Agaknya Jane dan Alter belum bisa menikmati kebahagiaan mereka sebagai pasangan suami-istri. Dari hasil tes DNA yang dilakukan AKBP Putut Cahyo Widodo, ahli DNA dari RS Polri Kramat Jati, Alter dinyatakan berjenis kelamin perempuan. "Tanggal 11 Maret lalu, atas permintaan Polda Metro Jaya, dilakukan pemeriksaan terhadap Alter. Saat itu, Alter datang dan masuk ke laboratorium RS Polri. Hasilnya baru ketahuan seminggu kemudian yang menyatakan jenis kelamin Alter adalah XX atau perempuan."
Putut juga bertutur, ketika melihat kedatangan Alter, "Sosoknya memang terkesan laki-laki dan tomboi. Hanya saja, saya tidak begitu memperhatikan karena tugas saya, kan, hanya mengambil sel dari dia. Tapi kalau ternyata hasilnya jenis kelaminnya perempuan, fisik, kan, bisa saja dibuat sedemikian rupa."
Soal hasil pemeriksaan dari ahli lain yang mengatakan sebaliknya, Putut mempersilakan diperiksa dengan cara apa pun. "Saya, kan, ahlinya di pemeriksaan ini (tes DNA, Red.) sementara pemeriksaan lain bukan saya ahlinya. Saya, sih, lebih percaya dengan hasil DNA."
Ia lalu menjelaskan, sifat-sifat fisik manusia ditentukan atau dipengaruhi dua hal, yaitu DNA dan lingkungan. "Bisa saja seseorang laki-laki mengalami perubahan karena lingkungan. Mungkin saja diberi hormon laki-laki, maka seseorang bisa jadi laki-laki," tutur Putut yang sudah bekerja selama 20 tahun. Kasus seperti Alter, katanya, "Seumur hidup saya melakukan pemeriksaan DNA, belum pernah ada kejadian seperti ini. Ini baru pertama kali terjadi. Jadi, pada dasarnya pemeriksaan DNA itu selalu ada pemeriksaan jenis kelamin."
Seperti diketahui, sebelum pihak kepolisian meminta tes DNA, Alter diminta melakukan serangkaian tes untuk pengumpulan materi persidangan. Salah satu yang harus dilakukan adalah tes kejantanan. Ketika itu, didampingi kuasa hukumnya, Raymond Ratutaga SH, Alter mendatangi kepolisian untuk menjalani semua. "Saat itu, atas permintaan polisi maupun penyidik, kami datang ke sana untuk melakukan tes forensik oleh dr. Mun'im Idris. Mulai dari tes fisik hingga tes laboratorium patologi. Jadi, kalau salah, ada laboratorium untuk memastikan," ungkap Raymond. Setelah serangkaian tes tersebut, barulah penyidik meminta sampel air ludah Alter untuk keperluan tes DNA dan melakukan psikotes.
Kata sang pengacara, Alter diperiksa secara forensik oleh ahlinya, Mun'im Idris, 20 Oktober 2009. Hasilnya, Alter dinyatakan sebagai lelaki yang memiliki kelainan yang dalam istilah kedokteran dikenal dengan sebutan Sindroma Klinefelter. Disebutkan juga, kantung zakar Alter mengecil dan tidak berisi buah zakar, serta lubang zakar terbelah ke bawah.
Belakangan, oleh karena hasil pemeriksaan tidak memuaskan polisi, mereka mengajukan tes DNA, tanpa tahap-tahap tes fisik. "Akhirnya keluar hasil tes DNA yang menyatakan Alter perempuan," ungkap Raymond. Kecurigaan pun muncul di benak Raymond. Hal lain yang membuatnya curiga, pada saat pengambilan sampel ludah hingga penyegelan sampel, Raymond dimintai menandatangani segel, "Tapi ketika proses berlanjut, saya tidak lagi dimintai kerja sama dan tidak diberitahu hasil pengujian sampel ludah Alter. Katanya, rahasia," ungkap Raymond menirukan pihak penyidik saat itu.
Pernyataan itu membuat kuasa hukum Alter tidak puas. Mereka merasa tidak dikoordinasi dengan baik dan tidak transparan. "Untuk apa saya teken segel kalau kami tidak tahu bagaimana mereka memproses dan menyerahkan sampel?" ungkap Raymond dengan nada masygul. Ketidakpuasan ini kemudian membuat kuasa hukum Alter menempuh jalan lain untuk mendapatkan hasil tes kelaki-lakian Alter dengan mengajukan diri sebagai pasien dan melakukan tes forensik kembali pada dr. Mun'im. Pihak Alter sendiri tidak menerima berkas salinan hasil pemeriksaan dr.Mun'im yang pertama, karena langsung dilampirkan sebagai berkas pemeriksaan ke Kepolisian. Oleh karena itu, pihak Alter mengajukan pemeriksaan ulang sebagai pasien untuk memperoleh bukti autentik dari dr. Mun'im, sebagai senjata untuk menangkis hasil tes DNA versi Kepolisian.
Laili Damayanti, Noverita K. Waldan/ bersambung
KOMENTAR