KETIKA RAHASIA BISA DITENTENG KE MANA-MANA
Di mata Dr. Adriana S. Ginanjar M.S., FB adalah sebuah dunia rahasia yang bisa ditenteng ke mana-mana. Pasalnya, dengan perangkat handphone yang harganya tak sampai Rp 1 juta, orang sudah bisa mengakses FB di mana-mana, serta bisa berkomunikasi dengan siapa saja dan di mana saja. Itu sebabnya, kata Adriana alias Ina, peran orangtua sangat vital untuk melindungi anak dari efek negatif FB. "Kuncinya tetap pada komunikasi antara anak dan orangtua," kata Koordinator Klinis Terpadu Fakultas Psikologi UI ini. Selain menjaga kedekatan dengan anak, "Orangtua juga harus mengawasi apa yang ditulis atau di-upload anaknya di FB."
Ina yang punya anak remaja mengaku secara rutin melihat akun FB anaknya. Bahkan ia tak segan-segan menelusuri komentar di wall, baik yang ditulis anaknya maupun teman-temannya. "Toh, apa yang saya lakukan itu tidak melanggar privasi anak saya. Wall itu, kan, bisa dilihat siapa saja."
Orangtua, tambahnya, juga harus tahu dengan siapa saja anaknya berteman. "Kalau ada temannya yang sudah pacaran, cari tahu bagaimana model pacarannya. Saya juga akan tanya, bagaimana komentar anak saya soal pacaran model temannya itu. Kalau memang pemahaman soal pacaran salah, ya, akan saya kasih tahu. Pokoknya, saya harus tahu, apa isi kepala anak saya."
Nah, agar komunikasi dengan anak, khususnya yang sudah remaja, bisa lancar, "Orangtua harus ekstra sabar. Remaja, kan, doyannya cerita. Kita sebagai orangtua wajib menjadi pendengar yang baik. Setelah bercerita, baru pelan-pelan beri dia arahan. Yang penting, jangan mendikte."
Melarang anak memiliki akun FB, kata Ina, juga bukan solusi terbaik. Toh, anak bisa diam-diam membuka akun tanpa sepengetahuan orangtua. "Apalagi anak-anak, kan, sifat ingin tahunya besar. Semakin dikekang, rasa ingin tahunya semakin besar." Yang penting, kata Ina, harus ada komunikasi dan pengawasan.
Satu lagi saran Ina, sebaiknya di FB tidak mencantumkan nomor telepon, email, dan alamat. "Jangan sampai identitas itu diumbar ke mana-mana. Itu akan memberi kesempatan kepada orang yang berniat jahat."
***
SEJUTA JANGAN!
Jangan ungkap tanggal kelahiran, nama ibu kandung, karena biasanya orang menggunakan informasi itu untuk keperluan data keuangan di bidang finansial.Jangan sebarkan nomor HP pribadi, nomor PIN BB, alamat email, dan alamat rumah. Mereka yang berniat jahat kerap memakai sarana ini sebagai alat penipuan. Usahakan agar data pribadi itu hanya terlihat oleh orang yang memang dikenal dengan baik.Jangan terlalu jujur dan "menelanjangi" diri di internet. Beri informasi pribadi seperlunya saja, selebihnya info umum yang tidak terlalu spesifik sehingga tak bisa disalahgunakan orang lain.Jangan memilih teman sembarangan hanya dengan tujuan ingin pamer memiliki ribuan teman. Pilih yang benar-benar dekat, dikenal baik.Jangan mengunduh foto yang tidak perlu, tidak senonoh. Hindari foto atau video yang bisa membuat orang lain merasa dipermalukan. Begitu pula dengan foto-foto pribadi yang kurang pas, bisa disalahgunakan orang yang berniat jahat atau yang tak suka dengan kita. Ia bisa dengan mudah menyebarkanluaskan untuk alasan kebencian.Jangan pula sembarangan melakukan tagging foto atau video ke teman yang tak ada kaitannya dengan foto itu.Jangan berkomentar sembarangan. Sudah ada sederet kasus yang berakhir di meja hijau gara-gara komentar tak sedap, menyakitkan, menghina, bahkan membahayakan keselamatan diri sendiri. Tidak saja komentar yang berhubungan dengan orang lain, tapi juga dengan kantor atau instansi tempat kita bekerja. Seorang karyawan pernah dipecat gara-gara memberi komentar bernada fitnah kepada atasannya. Jangan dengan sengaja menarik perhatian semisal menggunakan username yang membuat orang penasaran semisal sexy girl, macho man, lonely girl, dan sebagainya.Jangan pernah mau membayar apa pun atau memberi password kepada orang lain di internet, kendati dia adalah teman dekat yang memintanya tanpa konfirmasi langsung di dunia nyata.Jangan kelewat kecanduan ber-Facebook. Gunakan secara wajar dan batasi waktu.Jangan pernah lupa, kita hidup di dunia nyata. Jadi, lebih bermanfaat jika bersoasialisasi secara langsung, tatap muka. Komentar, artikel, atau foto apa pun yang diunduh di jejaring sosial, memperlihatkan bagaimana reputasi kita sesungguhnya. Apa yang di- posting adalah gambaran diri dan orang lain bisa mendapatkannya dengan berbagai cara.
Jangan ungkap tanggal kelahiran, nama ibu kandung, karena biasanya orang menggunakan informasi itu untuk keperluan data keuangan di bidang finansial.
Jangan sebarkan nomor HP pribadi, nomor PIN BB, alamat email, dan alamat rumah. Mereka yang berniat jahat kerap memakai sarana ini sebagai alat penipuan. Usahakan agar data pribadi itu hanya terlihat oleh orang yang memang dikenal dengan baik.
Jangan terlalu jujur dan "menelanjangi" diri di internet. Beri informasi pribadi seperlunya saja, selebihnya info umum yang tidak terlalu spesifik sehingga tak bisa disalahgunakan orang lain.
Jangan memilih teman sembarangan hanya dengan tujuan ingin pamer memiliki ribuan teman. Pilih yang benar-benar dekat, dikenal baik.
Jangan mengunduh foto yang tidak perlu, tidak senonoh. Hindari foto atau video yang bisa membuat orang lain merasa dipermalukan. Begitu pula dengan foto-foto pribadi yang kurang pas, bisa disalahgunakan orang yang berniat jahat atau yang tak suka dengan kita. Ia bisa dengan mudah menyebarkanluaskan untuk alasan kebencian.
Jangan pula sembarangan melakukan
tagging
foto atau video ke teman yang tak ada kaitannya dengan foto itu.
Jangan berkomentar sembarangan. Sudah ada sederet kasus yang berakhir di meja hijau gara-gara komentar tak sedap, menyakitkan, menghina, bahkan membahayakan keselamatan diri sendiri. Tidak saja komentar yang berhubungan dengan orang lain, tapi juga dengan kantor atau instansi tempat kita bekerja. Seorang karyawan pernah dipecat gara-gara memberi komentar bernada fitnah kepada atasannya.
Jangan dengan sengaja menarik perhatian semisal menggunakan
username
yang membuat orang penasaran semisal
sexy girl, macho man, lonely girl
, dan sebagainya.
Jangan pernah mau membayar apa pun atau memberi
password
kepada orang lain di internet, kendati dia adalah teman dekat yang memintanya tanpa konfirmasi langsung di dunia nyata.
Jangan kelewat kecanduan ber-Facebook. Gunakan secara wajar dan batasi waktu.
Jangan pernah lupa, kita hidup di dunia nyata. Jadi, lebih bermanfaat jika bersoasialisasi secara langsung, tatap muka. Komentar, artikel, atau foto apa pun yang diunduh di jejaring sosial, memperlihatkan bagaimana reputasi kita sesungguhnya. Apa yang di-
posting
adalah gambaran diri dan orang lain bisa mendapatkannya dengan berbagai cara.
***
GERAKAN SOSIAL POSITIF
Di era serba digital ini, memang ada wacana yang mengatakan, orangtua harus juga melek internet biar tak ketinggalan jauh dengan apa yang dilakukan anak-anaknya. Tapi, menurut Donny BU, penggiat program Internet Sehat, tuntutan itu agak naif. "Soalnya, generasi mereka sangat berbeda. Orangtua lahir ketika dunia digital belum ada. Makanya, saat ini, ada yang bisa memanfaatkan teknologi digital, tapi ada juga yang memang enggak bisa. Sementara anak-anak sekarang lahir di dunia digital, jadi mereka sangat cepat sekali menyerap teknologi."
Jadi, sampai kapan pun, lanjut Donny, orangtua tidak akan bisa mengejar kemampuan anak-anaknya. Yang bisa dilakukan orangtua, "Aksi yang sifatnya nonteknologi alias komunikasi. Kalau komunikasi orangtua dan anak baik, maka apa yang dilakukan anak akan sampai ke orangtua," tandas Donny.
Memang, akan lebih baik jika orangtua melek internet. Bahkan juga memiliki akun FB dan bisa berteman dengan anak-anaknya. "Dengan berteman, orangtua bisa melihat apa yang dilakukan anak. Tapi itu semua kembali tergantung dari komunikasi antara orangtua dan anak. Idealnya, memang orangtua tahu TI (Teknologi Informasi, Red.) dan komunikasi dengan anaknya bagus."
Langkah yang paling mudah dilakukan orangtua adalah melacak wall atau komentar dari anak atau teman anaknya. "Tidak usah semua dibaca. Di-random cek saja status update dan komentarnya. Apakah ada yang mencurigakan atau enggak. Kalau sekadar status updatenya, "Habis dimarahi Mama" atau "Gurunya galak", ya, biarkan saja."
Random cek siapa saja yang jadi teman anak, kata Donny, juga penting. Donny melihat ada pemahaman yang salah soal para pemilik akun FB. "Facebook itu diciptakan untuk mempererat hubungan pertemanan yang dikenal secara off line, bukan mencari teman baru di dunia maya. Misalnya, saya punya teman SD dan SMP, nah, saya juga berteman di FB biar komunikasi jadi makin erat."
Tapi yang kini banyak terjadi, banyak pemilik FB yang mencari teman di dunia maya. "Tiba-tiba ada orang yang enggak kita kenal, minta jadi teman dan diizinkan. Padahal, kita tidak tahu latar belakang orang itu. Kejadian ini yang kerap mengundang masalah. Kalau, toh, punya teman yang sebelumnya enggak kita kenal, kalau minta ketemuan, ya, komunikasinya di dunia maya saja. Bukan bertemu di dunia nyata."
Donny juga mengingatkan, FB diciptakan menjadi sebuah media komunikasi yang netral. "Nah, ketika digunakan orang, akan bisa bersisi positif atau negatif. Jadi, kalau dipakai untuk niat jahat, bisa negatif. Tapi jika dipakai untuk kebaikan, akan menjadi positif. Ya, sebenarnya sama dengan internet."
Jika digunakan secara positif, pengaruh FB luar biasa. "Terbukti, berkat FB, muncul gerakan-gerakan positif seperti gerakan mendukung keadilan, orang yang tidak mampu, dan lainnya. Itu pengaruhnya luar biasa," ujar Donny yang tak sepaham jika FB dilarang. "Karena semua tergantung pemakainya. Mau dipakai untuk apa? Nah, biar tak berdampak negatif pada anak, ya, seperti saran saya sebelumnya, orangtua wajib mengawasi."
Dari sisi teknologi memang tidak ada yang bisa mengawasi apa yang dilakukan anak dalam FB-nya. "Paling yang bisa dilakukan, melihat apa yang dilihat anak jika anak mengakses dari komputer rumah." Yang jadi masalah, jika anak mengakses dari warnet atau dari handphone. "Kalau dari handphone yang bisa kita lakukan adalah berapa kira-kira uang yang dibelanjakan anak untuk membeli pulsa. Kalau makin hari makin bertambah, kita harus curiga."
Pihak sekolah juga bisa melakukan pencegahan agar para siswa terhindar dari pengaruh negatif di era digital ini. "Lakukan saja penggeledahan handphone di sekolah. Secara random dicek apa isinya."
Langkah ini, kata Donny, memang bisa mengundang pro dan kontra. "Tapi saya menilai, hal itu sah-sah saja. Saya ibaratkan, saat kita masuk ke mal, seisi tas, kan, diubek-ubek oleh penjaganya. Apa itu melanggar privasi? Kalau demi tujuan yang lebih besar, saya rasa itu sah-sah saja."
Krisna
KOMENTAR