Pan Ya: Dijamin Tanpa Pengawet
Pan Ya, dalam bahasa Jepang berarti toko roti. Nah, di Indonesia, kata Pan Ya lantas dipakai untuk menamai sebuah gerai roti yang diakui menggunakan bahan-bahan alami, tanpa pengawet atau bahan kimia lainnya. Pan Ya menghindari pemakaian bahan pengawet dan kimiawi dalam pembuatan roti Jepang ini, karena Pan Ya menawarkan roti dengan perpaduan kelezatan dan kesehatan, seperti yang dituturkan Enny Wijaya, pemiliknya.
Ihwal kenapa Enny tertarik berbisnis roti Jepang, lantaran ajakan rekan bisnisnya dari Jepang.
Kendati mengaku sebagian ingredient-nya diimpor dari Jepang, lanjut Enny, "Tapi tepung terigunya dari Indonesia. Hanya saja saya pilih yang berbahan alami. Ini untuk menekan harga roti agar tidak melambung tinggi."
Apa buktinya bahan bakunya semua alami? "Coba tes dan rasakan. Roti yang dibuat dengan bahan pengawet, kalau dipencet akan kempis dan tidak padat. Tapi Roti Pan Ya, padat dan soft."
Pan Ya memproduksi beberapa jenis roti yang masing-masing memiliki isi, topping dengan berbagai rasa, bentuk, dan kelezatan tersendiri. Menurut Enny, ada beberapa produk Pan Ya yang menjadi andalan. "Ada Curry Donut, roti bulat berisi daging sapi yang dicincang bercampur sayuran. Ada juga roti tawar macha atau Macha Sokupan yang dibuat dari sari teh hijau yang kami impor dari Jepang. Teh hijau, kan, dikenal sebagai teh kesehatan. Juga ada Croque Monsieur yang rasanya amat gurih."
Pinot adalah nama salah satu anggur Prancis yang paling bagus. Proses pembuatannya tergolong paling susah dan berbeda dengan anggur lainnya. Satu dekade pembuatan anggur dengan dekade lain akan menghasilkan rasa yang berbeda. Di sanalah letak seninya. Nah, "roh" seni itulah yang kemudian menginspirasi seorang seniman patung, Indri Julia untuk dijadikan nama toko roti Jepang miliknya, yakni Pinot Bread Healthy and Tasty.
Julia lahir dari lingkungan yang terbiasa mengonsumsi makanan sehat. Ia lama menetap di Eropa mengikuti orangtuanya. Ketika kembali ke Indonesia, ia tak kunjung menemukan roti seperti yang dibuat orangtuanya. Yakni roti yang bebas bahan pengawet dan kimiawi serta meleleh di mulut.
Terlebih lagi, istri dari Albert ini amat peduli dengan masalah kesehatan. Oleh karena itu ia rela bolak-balik Indonesia-Jepang untuk menimba ilmu membuat roti. Roti yang baik, menurut Julia, adalah roti yang semua bahan bakunya benar-benar alami, bebas bahan pengawet dan bahan kimiawi. Salah satu cirinya, saat dimakan tidak menggumpal di lidah, melainkan meleleh di mulut.
Oleh karena serba impor, diakui Julia, awalnya ia menjual produknya dengan harga tinggi. "Tapi sekarang kami sudah punya 12 cabang di Jakarta. Produknya sudah banyak sehingga ada subsidi silang. Harga jadi bisa ditekan." Kendati namanya roti Jepang, tidak seluruh produknya dilabeli nama berbau Jepang. Namun, roti yang bernama Jepang dan jadi andalan adalah Yokohama Cream Cheese. Roti ini bentuknya mirip muffin. Kulit Yokohama begitu lembut. Ketika dikunyah, roti yang berpadu keju di dalamnya, akan terasa meleleh di mulut.
Dari ribuan pelanggannya, kata Juli, terdapat sejumlah artis yang tergabung dalam MD Entertainment dan perusahaan-perusahaan besar. Keluarga mantan Presiden Soeharto pun gemar belanja di Pinot Bread cabang Menteng.
Kendati mengusung konsep roti Jepang, namun Juli mengambil style Prancis. Sehingga memiliki perpaduan rasa, keindahan sekaligus kesehatan. "Roti Pinot maksimal hanya tahan tiga hari. Semua roti yang kami jajakan di toko sudah terbungkus rapat. Bila ada yang sobek, itu artinya roti reject."
Berlokasi di Jl Panglima Polim IX, toko yang memproduksi roti ini mengambil perpaduan style antara Jepang dan Taiwan, dan dinamai Chubby Bun. Toko mungil ini berdiri sejak September 2009. Pemiliknya Angeline Suryaatmadja mengaku hobi makan roti yang mengenyangkan. Hobi inilah yang mendorongnya belajar membuat roti sampai akhirnya ia memutuskan membuka usaha bakery & pastry bergaya Jepang dan Taiwan dengan sentuhan Eropa. "Karena rotinya besar, kelihatanya chubby banget. Jadi, saya namai Chubby Bun," jelas Angie yang kini mempekerjakan dua bakers.
Kenapa roti Jepang? "Saya tidak bilang bakery saya total Jepang. Bahan bakunya masih lokal, kok. Kalau semua bahannya impor, harga jualnya jadi tinggi. Jadi kami mengambil konsep dan style Jepang saja. Tekstur, filling dan topping juga mengadopsi gaya Jepang. Gaya roti Jepang itu serba clean. Beda dengan Taiwan yang topping-nya lebih melimpah, ramai, dan kadang banyak pakai mayonaise. "
Kenapa tertarik berbisnis roti ala Jepang? "Saya lihat, orang Jakarta sudah jenuh dengan roti ala Taiwan yang ramai dan penuh di topping atau filling-nya. Sementara orang Jakarta sekarang sudah banyak yang beralih ke makanan sehat."
Lalu, siapa pelanggan Chubby Bun? "Teman-teman kantor saya dan beberapa dari perkantoran lain. Juga orang sekitar yang lewat toko ini. Sebelum buka toko, saya, kan, sudah terima pesanan," terang perempuan yang bekerja di Price Water House Coopers.
RINI SULISTYATI
KOMENTAR