Pulang kuliah, sekitar jam 17.00, aku berniat belanja ke Mal Puri Indah, Jakarta Barat. Melati ikut menumpang mobilku. Katanya, dia mau bertemu mamanya yang hari itu sedang berada di Jakarta. Aku tak keberatan.
Sepanjang perjalanan, sejak dari kampus hingga Puri Indah, tidak ada hal penting yang kami bahas. Aku hanya ingat, beberapa kali Melati menanyakan bagaimana cara mengemudikan mobilku. Dia bertanya, mana pedal gas, rem, dan lainnya. Kujelaskan semua. Oh ya, dia juga memintaku agar mengunci pintu mobil.
Tiba di parkiran mal, suasana lumayan sepi. Aku masih duduk di belakang kemudi. Sabuk pengaman juga belum sempat kubuka karena baru masuk area parkir. Tiba-tiba kulihat mata Melati melotot ke arahku, lalu tangannya mengambil pisau dari tasnya, dan langsung menusuk tubuhku. Aku tidak ingat bagian mana yang pertama kali dia tusuk. Darahku muncrat ke mana-mana. Aku panik, berusaha menangkis pisau itu dengan tangan kiri. Ternyata pisaunya justru mengenai telapak tanganku.
(Sampai di sini, Tia tampak terlalu letih untuk menuturkan kronologi tragedi yang menimpanya. Napasnya tersengal lantaran paru-parunya kempis akibat luka tusukan. Demikian pula lambung dan tenggorokannya cedera parah akibat tusukan. Wajah Tia yang putih bertambah pucat. Beberapa kali Tia berhenti bertutur.
Sehari sebelumnya, kepada Obed, ayahnya, Tia berkisah, Melati berencana membunuh dirinya tanpa ia tahu sebabnya. Listia juga mengungkapkan keikhlasannya menerima kejadian ini. "Pa, kenapa Tia mengalami ini, ya? Mungkin Tuhan punya rencana yang baik buat Tia." Bisa jadi lantaran keikhlasannya itu, ia mengaku sudah memaafkan Melati.)
Sampai kini pun aku tidak tahu, kenapa Melati tega menusukku berkali-kali. Aku merasa, kami tidak pernah punya masalah.
Tidak benar penyebabnya soal cowok seperti yang ramai diberitakan. Teman dekatku, Sandy, tidak mengenal Melati. Begitu pula sebaliknya. Aku dan Melati memang berteman, tapi tidak terlalu dekat. Makanya, aku menduga Melati menyerangku karena ingin memiliki mobilku.
Bila Melati kini juga terluka, seingatku, aku tidak pernah menusuk dia. Bagaimana mungkin aku melakukannya? Saat itu aku masih dalam posisi duduk dengan tubuh terikat sabuk pengaman. Tangan pun masih memegang kemudi.
Saat ini kondisiku tak berdaya. Untuk bernapas saja, sakit sekali karena paru-paruku kempis satu. Tapi bagaimana pun, aku memaafkan Melati. Sungguh, aku maafkan!
Menurutku, sebenarnya Melati anak yang baik. Dia juga cantik. Hanya saja tingkahnya terkadang terlihat aneh. Misalnya, dia mengenakan softlens yang berbeda atau hanya sebelah saja. Teman-temanku juga bilang, tingkah laku Melati memang aneh.
(Dua karib Tia , Wina dan Marcela, mengungkapkan, andai saja Tia tidak membatalkan rencana makan malam bersama mereka, bisa jadi peristiwa tragis itu tidak terjadi. Kata Wina, Rabu malam itu, mereka bertiga sedianya makan bersama di Tomang. Tetapi, sekitar pukul 17.00, Tia membatalkan rencana itu via telepon. Sementara Wina hanya dikabari Tia lewat SMS di jam yang sama. Alasan pembatalan itu, karena Tia hendak pergi bersama Melati ke Puri Indah.
"Saya terkejut saat ditelepon Jonatan, adik Tia, mengabarkan kakaknya ditusuk Melati. Jo memberitahu sekitar jam 22.00," ujar Wina yang juga tak tahu mengapa Melati nekat menusuk Tia. "Melati memang sering minta pendapat saya perihal Tia, tapi saya tidak tahu kenapa dia ingin tahu banyak perihal Tia.")
Rini Sulistyati
Berita yang lebih lengkap dan dalam ada di Tabloid NOVA. Belinya enggak repot, kok.
Sahabat NOVA bisa pilih langganan di Grid Store, atau baca versi elektroniknya (e-magz) di Gramedia.com, MyEdisi, atau Majalah.id.
KOMENTAR