Upaya serupa juga telah dilakukan Rusmini. Bahkan sebelum mendiang suaminya, Ahmad Kuseini, memasuki masa pensiun, mereka telah mengajukan permohonan pembelian rumah, tapi sudah dua kali ditolak. "Hanya ada 2 orang yang pernah dikabulkan, pensiunan direktur utama (Dirut) dan janda pensiunan Dirut yang sebelumnya. Lalu kenapa mereka boleh, tapi kami tidak?" protes Rusmini.
Sejak suaminya pensiun dari jabatan terakhir sebagai Inspektur Umum Perjan Pegadaian, Rusmini banyak menerima masukan untuk segera meninggalkan rumah itu. "Mereka datang untuk mengobrol, tapi ujung-ujungnya menyarankan untuk keluar. Daripada nanti di sidang malah keluar uang banyak, mending keluar saja," tiru Rusmini.
Meski mendapat intimidasi, Rusmini bergeming. Ia yang kini hanya ditemani putri bungsunya ini yakin, ia tidak bersalah. "PP No. 40 itu mengatur, kami boleh membeli rumah ini, makanya saya optimis saya tidak salah. Saya tidak takut, sebagai istri pejuang saya sudah biasa diperlakukan begini!"
Bagi Rusmini, rumah itu memberikan banyak kenangan yang sulit ditinggalkan. "Di rumah ini saya membesarkan anak-anak saya dengan baik, bahkan sebelum punya anak, kami sudah tinggal di sini. Saya berhasil menyekolahkan anak sampai tamat."
Kekecewaan jelas menggayuti wajah tua Rusmini. Beberapa kali ia mengusap wajahnya dengan kerudung hitam yang ia gunakan. "Saya kecewa bukan main, nelangsa, sedih. Kok, tega sama orang setua saya?" Ia melanjutkan, tak akan berhenti memperjuangkan permohonan pembelian rumah yang ia ajukan. "Bapak ingin membeli rumah ini sejak dulu, saya hanya meneruskan keinginan bapak."
Rusmini dan Soetarti tak sendiri. Soegito Redjosudarmo (80) juga didakwa atas tuduhan yang sama. Soegito, yang kini lumpuh dan tak bisa berkomunikasi lagi adalah mantan anggota TNI Brigade 17 yang pernah mendapat belasan penghargaan atas jasa-jasanya.
Surat panggilan dari pengadilan datang bersamaan dengan terdakwa lain. "Tapi, karena polisi melihat kondisi bapak yang sudah seperti ini, jadi dipertimbangkan dibawah pengampunan saja," kata Eko Putro (50), putra sulung Soegito.
Pihak Pegadaian diakui pernah memanggil dan meminta keluarga Soegito keluar dari rumah itu pada tahun 2008. Pihak Pegadaian menyiapkan uang penggantian sebesar Rp 24 juta. "Keluarga ingin negosiasi harga, tapi ditolak karena alasan peraturan."
Seperti keluarga lainnya, Eko mengaku bingung jika harus meninggalkan rumah itu. "Kami harus pergi ke mana? Kami tidak punya rumah lagi."
Sita Dewi
Foto-Foto: Sita Dewi/Nova
KOMENTAR