"Kerongkongannya hanya terbentuk sebagian. Saya sudah menjelaskan kepada orangtuanya supaya dirujuk ke Surabaya. Tapi, orangtuanya tidak mau," ujar Made.
Hj Sulis Astuti, Sekretaris RSUD mengungkapkan, pihaknya menahan kepulangan bayi itu lantaran ada tunggakan biaya yang harus diselesaikan dulu.
"Tidak benar kami menyandera. Keterlambatan itu hanya karena ada proses administrasi yang harus diselesaikan. Tadi kita juga sempat dua kali memanggil keluarga pasien, tapi mereka menghilang dari rumah sakit," tandas Sulis.
Soal besarnya biaya yang dikenakan, Sulis menjelaskan, karena keluarga pasien dianggap tidak termasuk dari keluarga miskin.
"Kita beranggapan mereka keluarga yang cukup mampu. Sebab, ibu dan bayinya itu kan hanyalah pasien rujukan dari rumah sakit swasta," dalihnya.
Namun, ketika ditanya soal lamanya proses administrasi hingga memakan waktu lebih delapan jam, Sulis tidak membeberkan secara rinci.
"Ya itu tadi. Proses administrasinya lamban karena keluarga pasien menghilang dan kita sudah panggil lewat pengeras suara," imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Probolinggo, M Amin Al Haddar, menyesalkan terjadinya penyanderaan tersebut. Seharusnya, kata dia, manajemen rumah sakit lebih fleksibel terhadap pasien yang meninggal dunia.
"Manajemen rumah sakit kan bisa toleran demi kemanusiaan. Misalnya, menyediakan blangko pernyataan kesanggupan pembayaran biaya perawatan kepada keluarga pasien dengan disertai jaminan dalam bentuk apa. Tidak harus menunggu ada pembayaran tunai dulu, baru jenazah dikeluarkan," kata Amin.
Beruntung, jenazah bayi itu cuma beberapa jam tertahan, belum sampai terhitung hari.
ntiq/surya
KOMENTAR