Apa yang dikatakan Astutik memang dialami Vid. Bahkan, Vid sempat tidak masuk sekolah beberapa hari gara-gara stres. "Dia sempat tanya ke saya, 'Bu, saya mau diapakan lagi?'. Ya, saya jawab, paling nanti cuma ditanya-tanya saja dan akan didampingi bu guru." Demi memberi dukungan moral ke anak didiknya itu, ketika mendampingi sidang putusan Vid, Astutik sengaja membawa "supporter" alias 25 orang teman Vid. "Biar Vid enggak tegang," kata Astutik sembari memeluk Vid yang terus menggelayut di tubuhnya.
Ia menegaskan, tak sepatutnya anaknya yang karena persoalan seperti itu harus merasakan duduk di kursi terdakwa . "Persoalannya terlalu sepele. Kok, hanya menyengatkan lebah saja, anak saya harus jadi terdakwa? Dengan putusan ini, anak saya sudah cacat di mata hukum dan masyakarat. Jujur, saya sedih, malu, anak saya dikenal masyakat karena persoalan seperti ini," tuturnya.
Apalagi, tambah Eny, sebelum kasus sampai ke persidangan, dia sudah berupaya keras melakukan jalan damai seperti yang dianjurkan oleh hakim. "Tapi permintaan maaf saya selalu ditolak orangtua An. Padahal, lebih dari sekali saya minta maaf. Ibaratnya, saya sudah nyembah-nyembah, tapi permintaan maaf tetap tak diterima. Bahkan Pak Pardi bilang, 'Ini buat pelajaran, kita selesaikan saja sampai di pengadilan,'" kata Eny menirukan ucapan Supardi kala itu.
Karena itulah, meski sekarang persoalan sudah beres, tapi rasa jengkel itu masih tetap ada. Belum lagi pengaruh psikologis pada Vid. Pada sidang pertama dan kedua, kata Eny, anaknya masih biasa-biasa saja. "Menjelang sidang putusan kemarin, dia sempat stres sampai enggak sekolah beberapa hari. Malah, kata psikolog yang sempat melakukan interview ringan di gedung pengadilan menjelang persidangan, sebenarnya secara kejiwaan Vid masih mengalami depresi. Makanya, dalam pekan ini akan saya konsultasikan ke psikolog," papar Eny.
Lalu, apa komentar ayah An? Supardi Estiko memilih tak banyak bicara. Katanya, demi menjaga ketenangan jiwa anaknya yang kini sudah dipindah ke sekolah lain. "Saya menghormati apa pun keputusan pengadilan." Ia juga menambahkan, merasa agak kecewa karena dalam perjalanan waktu, 'Pemberitaan di media massa justru semakin menyudutkan anak saya. Padahal, dia yang jadi korban. Bayangkan, anak saya yang jadi korban, tapi terus dipojokkan seperti maling saja," kata perwira ini.
Selama ini, lanjut Supardi, pihak LSM pemerhati anak hanya mengurusi Vid. 'Sementara anak saya yang jadi korban kenakalan teman sebayanya, sama sekali tidak pernah dijenguk. Itu, kan, namanya tidak fair," ujarnya sambil menutup sambungan telepon.
Gandhi Wasono M / tamat
KOMENTAR