Bagi Yudi Wayan Roosdian (30), keterlibatannya mengelola kursus froyo dimulai dari ketidaksengajaan. Awalnya, sejak Januari 2009, Yudi sudah merintis kegiatan kursus froyo. Siapa menyangka, kursus kecil-kecilan yang digelar Yudi ternyata menarik minat banyak pihak. Pengusaha yoghurt ini pun lantas melebarkan sayap usahanya dengan mengadakan kegiatan kursus yang lebih besar. Pada Juni 2009, Yudi pun menggandeng Ganesha Enterpreneur Club.
Dengan gaya marketing sederhana yakni menyebarkan brosur-brosur ke banyak tempat, Yudi mulai menggaet banyak peserta kursus yoghurt. Kebetulan, latar belakang pendidikannya dari jurusan Biologi ITB dengan spesifikasi mikrobiologi makanan. Salah satu penelitian Yudi pun tentang bakteri yoghurt.
Secara tak sengaja, salah seorang peserta kursus yoghurt nyeletuk agar Yudi mengajarkan teknik pembuatan froyo. "Tak lama setelah itu kami pun mencoba menggelar kursus baru, membuat froyo. Peserta pertamanya hanya enam orang," tutur Yudi. Karena latar belakang pendidikannya juga, Yudi tak menemui banyak kesulitan untuk mengajarkan teknik membuat froyo. "Yoghurt kalau dibekukan keras seperti batu, tapi kalau disimpan di kulkas kurang awet. Jadi saya mencari cara supaya yoghurt bisa diawetkan sekaligus tidak keras walaupun disimpan di freezer," jelasnya.
Dengan menggunakan emulsifier, stabilizer, dan bereksperimen dengan kecepatan dan lama waktu mengaduk, Yudi menemukan formulanya. "Waktu itu akhir 2008, fro-yo sudah mulai bermunculan tapi saya belum menggunakan istilah frozen yoghurt. Saya menyebutnya es krim yoghurt saja".
Awalnya ia sempat ragu untuk mengajarkan cara membuat frozen yoghurt ala Yudi. "Hasilnya memang tidak seperti froyo pabrikan yang banyak dijual di mal karena ini memakai cara tradisional. Tapi kualitasnya mendekati, kok. Dan setelah murid-murid saya mencoba hasilnya, mereka bilang rasanya enak," papar Yudi.
Untuk dapat menguasai teknik dasar membuat froyo secara sederhana ini, peserta pun hanya perlu mengikuti sekali pelatihan. Tahap berikutnya hanya perlu berkonsultasi saja. Peralatan yang digunakan Yudi pun adalah peralatan membuat kue sederhana yang terdapat di dapur seperti panci, mixer, lemari es, toples plastik, termometer, kompor, dan inkubator dari bahan stereofoam yang bisa diganti dengan termos nasi.
Karena peralatan yang digunakan tergolong sederhana, menurut Yudi, berbisnis froyo bisa menjadi bisnis yang menguntungkan, mudah, dan nyaris tak beresiko. Yudi memaparkan, modal untuk memulai bisnis rumahan froyo tak lebih dari Rp 5 juta. "Itu sudah termasuk lemari es. Dan saya sarankan lemari es tersendiri agar tidak tercampur dengan sayur-sayuran," ujarnya. Jumlah itu pun bisa berkurang kalau peralatan yang dibutuhkan sudah tersedia.
Dari keenam murid Yudi, tiga di antaranya sudah memulai bisnis froyo di Bandung, Cimahi, dan Jakarta. "Memang baru home industry, misalnya, froyo dikemas dalam cup dan dipasarkan ke sekolah atau kampus dengan harga lebih murah ketimbang froyo yang dijual di mal". Jika tertarik, Yudi menyarankan untuk memulai dengan modal tak lebih dari Rp 3 juta, "Kalau sudah bisa memproduksi hingga puluhan liter baru modal ditambah lagi".
Sita Dewi/Nova
KOMENTAR