Apa yang menjadi keyakinan Imam, akhirnya terbukti. Setelah pembayaran pertama, beberapa minggu kemudian Lapindo membayar kekurangannya. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, Rp 2,4 miliar! "Uang itu saya terima dari Lapindo dalam bentuk tunai, dalam karung. Saya sampai bengong, seolah tak percaya. Bayangkan, sebelumnya hidup saja susah, tiba-tiba terima uang sebesar itu? Apa enggak malah jadi bingung? Benar-benar pengalaman tak terlupakan buat saya."
Diana juga tak kalah kaget. Ia menyambut kedatangan suaminya yang membawa uang sebanyak itu dengan perasaan haru. Saking girangnya, uang bergepok-gepok itu disebarkannya di atas kasur sebagai alas tidur bersama istri. "Kapan lagi tidur di atas tumpukan duit kalau tidak sekarang?" tutur Imam yang tak bisa menggambarkan betapa gembiranya ia saat itu.
Malam itu, Imam tak bisa berhenti menangis dengan pikiran antara rasa percaya dan tidak. Di tengah kebahagiaan itu, ia langung menyisihkan Rp 70 juta untuk zakat yang esoknya ia serahkan ke anak-anak yatim piatu. Selebihnya? "Beli rumah seharga Rp 600 juta dan memberangkatkan 12 orang keluarga, satu karyawan, serta kiai naik haji. Itu memang cita-cita saya sejak lama," kisah Imam.
Usai hari penuh berkah itu, rezeki Imam seperti ditumpahkan dari langit. Setiap dua atau tiga minggu sekali, uang dari Lapindo terus mengalir sebesar Rp 300 sampai Rp 400 juta. Total, sampai kontrak berakhir tahun 2007, Imam menerima Rp 34 M!
Yang jelas, kata Imam, rezeki Lapindo tak lepas dari cobaan juga. "Setelah tahu pembayaran lancar, mulai banyak yang mengganggu usaha saya. Mereka ingin menggantikan posisi saya tapi dengan cara kotor." Salah satunya, kenang Imam, para pengungsi marah ketika mendapati nasi bungkus buatan Imam ada belatungnya. "Sungguh tak mungkin! Nasi masih panas, kok, ada belatung yang masih hidup? Kalau belatung mati, masih masuk akal saya." Beruntung Imam tetap dipercaya karena pihak berwenang tahu, itu ulah tangan jahil.
(Bersambung)
Gandhi Wasono M.
Foto-Foto: Gandhi/NOVA
KOMENTAR