Sejak kecil, Agung tinggal dengan nenek dan keluarga dari Ibunya di Tebet, Jakarta. Sedang ibu dan adik-adiknya tinggal di Pati, Jawa Tengah, dan sang ayah hijrah ke Arab Saudi mengadu nasib sebagai TKI.
"Dia sebenarnya sedang nunggu panggilan kerja jadi TKI ke Jepang. Sambil nunggu, dia kerja beginian (kuli.Red). Dia juga enggak kepengin banget jadi kuli. Tapi mau gimana lagi, cuma kerja itu yang dia bisa dapetin sekarang. Katanya, dia malu kalau hidupnya ditanggung terus sama nenek. Ya, gara-gara enggak ada uang juga, kuliahnya di Salemba harus terhenti."
Menurut Hadi, hari itu mayoritas pekerja bangunan, terutama Agung, sedang fokus mengerjakan toilet lantai 6. "Sedang saya ada di lantai 7 di tempat lintasan mobil menuju parkiran. Jadi saat kejadian, saya aman. Kalau Umam dan Putra memang dari beberapa minggu lalu pindah kerja ke tempat lain."
"Sesampainya di lantai 1, saya dengar suara aneh dari atas. Krek, krek, krek... Saya pikir itu suara besi yang jatuh, tapi lama-lama saya tahu kalau ada yang rubuh di atas. Spontan, saya kemudian langsung lompat ke lantai dasar lewat jendela. Pas banget kaki saya berpijak bangunannya roboh nimpa saya."
Hafid menggunakan kedua tangannya untuk melindungi kepalanya dari reruntuhan. Alhasil tangan kirinya saat ini digips karena ada beberapa tulang jarinya yang bergeser. Tidak seperti Agung, Hafid sama sekali tidak merasa trauma dengan kejadian itu. "Kalau ada yang nawari saya kerja sebagai kuli bangunan lagi, saya mau aja, kok."
Ester Sondang
KOMENTAR