Mau melihat wajah para perempuan inspiratif Nova? Ini dia.
Trifena adalah seorang dokter, praktisi anti aging & aesthetic medicine di empat klinik di Bandung, Garut, dan Tasikmalaya. Juga mengurusi apotek dan restoran. Wanita cantik ini juga aktif di berbagai perkumpulan profesi. Cukup? Belum. Wanita ini juga sedang kuliah program master di dua universitas. Lalu kapan punya waktu untuk dua bidadari kecilnya, Kanaya (6,5th) & Keneisha (3th)? Rupanya Trifena sudah punya kesepakatan. Secapek apapun, ia dan suaminya yang mempersiapkan kebutuhan sebelum anak-anak berangkat sekolah, mulai dari memakaikan seragam, menyisir rambut & mengantar ke sekolah. Ia juga wajib membacakan buku cerita untuk buah hatinya. Karena merasa kebersamaan dengan sang anak belum cukup, saat praktik pun, Kanaya dan Keneisha ikut serta. Bahkan mereka bisa menjadi "asisten" Trifena, tentu setelah minta izin dulu ke pasiennya
"Berpacu Melawan Usia", Itulah buku Ida yang ke-5. Buku ini terinspirasi dari gaya hidup, yang tetap bugar meski dengan segudang kegiatan. Bahkan, Ida tampak 10 tahun lebih muda. Ida memang wanita aktif. Selain sebagai peneliti di UGM, wanita ini juga sibuk mengurus EO yang menyediakan musisi dan MC. Ida kerap diundang menjadi MC seminar, launching product atau acara lain. Ida juga termasuk penulis produktif. Selain menulis buku, ia juga menjadi penulis tamu di koran berupa cerita anak atau artikel kesehatan.
Karena hamil, Monica terpaksa keluar dari pekerjaan. Tentu dengan harapan, setelah anaknya lahir ia bisa cari pekerjaan lagi. Tapi semua tinggal rencana. Tiga bulan setelah melahirkan, Monica hamil lagi. Karena "kelamaan" mengurus dua bayinya, ketika Monica mulai mengirim lamaran, tak ada satu pun perusahaan yang tertarik. Itu yang membuatnya terpuruk. Sebagai wanita terdidik, ia merasa tak rela "hanya" sebagai ibu rumah tangga. Kondisi ini membuatnya tak percaya diri. Monica mulai menarik diri dari pergaulan teman-teman lamanya. keluarga juga kerap menjadi sasaran kekecewaannya.
Toh, keterpurukan itu tak berlangsung lama. Ia merasa punya potensi di bidang bahasa Inggris. Ia pun memberanikan diri menghubungi penerbit. Gayung bersambut, pihak penerbit rupanya juga butuh penerjemah andal seperti dirinya.
Kini sudah banyak novel luar yang berhasil ia terjemahkan. Seperti tiga buku dari tetralogi Twilight, yaitu New Moon, Eclipse, dan Breaking Dawn. Sukses itu membuat rasa percaya dirinya bangkit kembali. Apalagi sebagai penerjemah Monica juga punya banyak penggemar, khususnya dari kalangan remaja putri. Ya, ternyata dari rumah pun, Monica tetap bisa berkarya.
Keluarga Zainah Vadaq masing-masing punya kegiatan yang super padat. Sang suami sebagai penopang ekonomi keluarga harus berangkat pagi, pulang malam. Sementara tiga anaknya (Didi, Dida, dan Dedek) selepas sekolah masih harus ikut les dan kegiatan ekstra kulikuler. Zainah juga bukan tipe istri yang mau berdiam di rumah. Ia juga aktif membangun bisnis rumahan. Karena masing-masing punya kegiatan seabreg, "pertemuan keluarga" di meja makan pun jarang bisa dilakukan. Beruntung ibu cantik ini punya solusi. Setiap tiba jam makan siang, semua anggota keluarga "dikumpulkan" lewat conference call. Dalam conference call ini ia, suami dan tiga anaknya yang sedang istirahat makan, membahas apa yang mereka lakukan hari ini.
Bukan hal mudah menjadi singgel parent bagi Dian untuk tiga beautiful angels, Sascha (12), Isya (11) dan Adella (6). Apalagi mantan suaminya tak lagi memberi nafkah keluarga. Profesi sebagai guru ekstra kurikuler dengan pendapatan tak menentu jelas tak bisa menutup kebutuhan sehari-hari apalagi untuk biaya sekolah. Akankah Dian tega membiarkan tiga putrinya terlantar? Naluri seorang ibu tentu tak bisa membiarkan kondisi itu. Ia pun berusaha mencari pekerjaan tetap. Pramudi bus Trans Jakarta akhirnya dilakoni. Banyak yang mencibir, banyak pula yang angkat topi. Tapi Dian tetap bekerja dengan sepenuh hati.
Jadi pengusaha selalu sibuk dan tak mempedulikan keluarga? Itu tak berlaku bagi Christine Wu. Pemilik beragam usaha ini masih bisa pulang sore. Beberapa tugas sudah didelegasikan ke pegawainya. Tiap malam ia dan suaminya masih bisa mengontrol belajar dua anaknya. Uniknya keluarga ini sengaja tak punya pembantu. Ia mengajarkan dua anaknya untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan pembantu. Christine juga terus memupuk jiwa bisnis dua anaknya. Riyadh Ramadhan (kelas 2 SMA) sudah ikut program Studi Jadi Pengusaha dan bercita-cita punya bisnis percetakan dan desain grafis. Sementara adiknya, Rafidh (Kelas 6 SD) menjual apa saja yang menjadi kebutuhan teman-temannya.
Ditinggal pergi suami yang bertugas di NAD tak membuat Emmyke berkecil hati. Sebagai istri tentara, ia harus siap menghadapi kondisi ini. Ia pun punya waktu banyak untuk bersilaturahmi pada kerabat dan teman-temannya. Aha...rupanya silarurahmi ke rumah teman lama telah membukakan mata untuk buka usaha bunga potong. Warna-warni bunga potong membangkitkan mimpi Emmyke. Berbekal tanah sepetak Emmyke mewujudkan mimpinya. Dan ternyata semua membuahkan hasil. Bank pun tak segan-segan mengucurkan dananya untuk memperbesar usaha ini. Namun ia tetap tidak mau meninggalkan predikatnya sebagai wanita karier. Baginya, menjadi wanita karier tak sekadar mencari rezeki, tapi juga sebagai ajang aktualisasi diri.
Kebahagiaan tak bisa diukur dengan uang. Makanya meski penghasilan sebagai penjual nasi pecel cukup lumayan, pasangan ini sepakat hanya buka tiap hari Minggu. Kenapa? Heni dan suaminya punya komitmen. Anak adalah hal yang utama. Di hari biasa, Heni harus konsentrasi mengurus buah hatinya. Dan ternyata kegiatan menambah uang belanja itu bisa dijadikan arena berkomunikasi dan interaksi antar anak dan orangtua. Meraka sudah berbagi tugas. Heni dan si sulung, Tiara, melayani pembeli. Sementara suami dan Farrel, mengambil piring-piring kotor dan jadi kasir. Lalu kapan anak-anak liburan? Ketika tanggal merah, tentu di luar hari Minggu.
Rumah Duniaku, taman bacaan gratis yang dibangun Rubi bersama sang suami ternmyata bermakna ganda. Selain memberi bacaan gratis untuk warga kampung tempatnya tinggal, taman bacaan ini juga sebagai ajang berkumpul keluarga muda ini. Di tempat ini, Rubi bersama sang suami dan jagoannya, Fatih bisa saling berinteraksi. Mereka bahu-membahu melayani warga sekitar yang ingin meminjam buku. Ya, Rumah Duniaku yang tahun ini mewakili DIY di lomba Taman Bacaan Masyarakat ini telah menebarkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Keluarga penulis? Bukan hal mustahil. Sebagai perempuan Aceh, Cut sadar betul peran Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Laksamana Malahayati yang dalam masa hidupnya menebarkan kebaikan. Begitu juga petuah-petuah para tetua yang kadang diucapkan lisan lewat syair nina bobo yang syarat nilai-nilai kebaikan. Namun, Cut menyadari zaman telah berubah. Tradisi lisan itu juga harus dituangkan dalam tulisan. Sehingga pemikiran-pemikiran itu menjadi langgeng sebagai pijakan untuk menatap masa depan. Dan Cut Januarita pun sudah membuktikan.
KOMENTAR