Jelas, Prita sedih. "Ini amat berat, walaupun hukuman maksimalnya enam tahun. Ditahan 21 hari saja, rasanya seperti 21 tahun lamanya. Saya tak bisa membayangkan kalau harus menjalaninya selama enam bulan. Dipenjara itu enggak enak, enggak aman, dan enggak nyaman. Apalagi, itu berarti saya dijauhkan dari keluarga. Jangan sampai saya merasakan hal itu lagi," harapnya saat ditemui tabloidnova.com.
Apalagi, katanya, ia merasa, ia dan kuasa hukum sudah berusaha semaksimal mungkin dalam kasus ini. Termasuk dengan mendatangkan saksi ahli yang meringankannya.
Rupanya, jaksa juga mempermasalahkan Prita yang dinilai tidak memiliki inisiatif untuk minta maaf pada RS Omni.
Sebenarnya, lanjut Prita, menjelang Ramadan lalu Walikota Tangerang sudah mengajaknya dan pihak RS untuk berdamai. Kedua belah pihak tak perlu menuntut saling minta maaf dan proses hukum dihentikan. "Saya menanggapi positif. Apalagi itu momen yang baik untuk membersihkan hati."
Di saat itu pula, Prita minta pihak RS Omni membuat draf perjanjian. "Namun ketika ditunjukkan dan saya baca, saya jadi kecewa. Pihak Omni meminta saya minta maaf lewat media, tapi mereka tidak mengatakan akan mencabut perkara. Kan, malah memberatkan saya, karena persetujuan saya bisa jadi bukti ke pengadilan bahwa saya mengaku bersalah. Itu bisa menyudutkan saya," keluhnya.
Kata-kata Kasar
Merasa tak puas, Prita menunjukkan draf itu ke kuasa hukumnya. Mereka lalu membuat draf sendiri, yang isinya antara lain kedua pihak tidak akan saling gugat, tidak saling menuntut minta maaf, tidak saling minta ganti rugi, dan masalah ini dianggap selesai. Namun, pihak Omni tidak setuju. Karena tak ada titik temu, akhirnya Prita lebih memilih menjalani persidangan.
"Bukannya saya tidak mau berdamai. Rasanya arogan sekali kalau saya tidak mau berdamai. Tapi berdamai yang bagaimana dulu yang mereka inginkan?" tanya Prita yang mengaku lelah menjalani belasan sidang sejak beberapa bulan silam. Perasaan sedih, senang, sekaligus marah juga dialaminya selama mendengar kesaksian para saksi. Prita mengaku sangat marah saat mendengar kesaksian Ogiana, karyawan Omni di bagian customer care.
Di persidangan, Ogiana bersaksi, Prita sempat mengucapkan kata-kata kasar. Termasuk menyebut nama binatang ketika Ogiana meneleponnya untuk memberitahu bahwa pihak RS mengajak bertemu. "Keterlaluan sekali! Kok, malah jadi fitnah. Demi Tuhan saya tidak pernah mengucapkan kata-kata kotor seperti itu!" tutur Prita yang kala itu membantah kesaksian Ogiana sambil menangis di depan hakim.
Ia menambahkan, ia tahu bagaimana rasanya dimaki-maki dengan kata-kata kasar dan kotor, karena ia sendiri bekerja di bagian customer service. "Jadi, saya enggak mau memaki orang yang pekerjaannya sama seperti saya." Lagipula, lanjutnya, pihak RS tidak pernah menghubunginya. Justru Prita yang selalu menghubungi untuk menanyakan perkembangan komplainnya.
"Tapi, ya, sudahlah. Biarkan saja dia berbicara. Toh, dia sudah disumpah. Itu tanggung jawab dia pada Yang Di Atas," tandasnya. Kesaksian yang memberatkan Prita, antara lain yang menyatakan isi e-mail Prita berkonotasi negatif dan bernada tuduhan. "Sebetulnya itu sudah dikonter saksi ahli lainnya yang menyatakan sebaiknya email saya dicermati secara keseluruhan. Bukan dilihat secara sepotong-sepotong."
Hasuna Daylailatu/ bersambung
KOMENTAR