Dulu, bapak saya -Komandan Denpo- mengetes empat anaknya dengan berjalan bergantian di lorong gedung kantornya (yang menyerupai lorong rumah sakit). Tengah malam dan tanpa lampu. Kalau sekolah pun, kami harus jalan kaki, tidak boleh diantar dengan mobil dinasnya. Hal kecil itulah yang membuat saya tetap kuat seperti sekarang ini.
Mengapa Anda mengundurkan diri sebagai saksi dalam kasus ini?
Kalau memang kesaksian saya diperlukan sekali, saya harus datang. Tapi, selama saya memiliki hak untuk bisa tidak datang, ya, saya pergunakan. Ini diatur dalam KUHP, kok. Lagipula, apa kapasitas saya bersaksi di sana? Iya, kan?
Rhani mengelak pernah meneror Anda melalui telepon selular. Ada tanggapan?
Itu hak dia berbicara seperti itu di pengadilan. Sebelum memberikan pernyataan, kan, dia sudah disumpah. Siapa pun, pasti akan membela dirinya.
Adakah keinginan untuk bertemu Rhani?
Enggak, ya. Buat apa? Apa kapasitasnya saya bertemu dia? Apapun yang sudah terjadi, saya tetap tidak ada perasaan ke dia. Dia itu, kan, seumuran dengan anak saya. Secara psikologis, setelah apa yang terjadi, pasti dia juga merasa terbebani dengan masalah ini.
Sepertinya tenang sekali menghadapi semua ini?
Dari awal, saat Bapak ditangkap tanpa ada bukti terlebih dahulu, saya sudah bisa membaca apa sesungguhnya yang terjadi di belakang ini semua. Sama seperti Bapak, saya pasrah saja. Cukuplah bagi saya mencurahkan perasaan ini setiap malam kepada Yang Maha Kuasa. Setiap kali selesai ngobrol dengan-Nya, hati ini rasanya ringan sekali.
Saya justru lebih berempati dengan apa yang terjadi kepada Ibu Novarini (istri Wilardi, Red.). Anaknya masih kecil-kecil, sedangkan anak saya sudah besar. Dia pasti sangat kesulitan memberi pengertian kepada anaknya, apa yang sesungguhnya terjadi pada ayah mereka. Apa yang dirasakan ibu itu (Novarini) pasti berat sekali.
Seperti apa, sih, cinta yang Anda miliki untuk suami?
Seumur kami ini namanya sudah bukan cinta lagi, ya. Saya anggap dia sebagai pengayom, teman sharing, pelindung. Selama 26 tahun hidup bersama, kami benar-benar saling mengisi satu sama lain.
Selama itu pernah dibuat kecewa oleh seorang Antasari?
Pernah. Dia itu orangnya tidak pernah senyum. Banyak sekali yang protes dengan kebiasaannya yang satu itu. Kalau saya protes, dia bilang, "Masak saya mau cengengesan terus. Saya memang begini, dilahirkan untuk tidak tersenyum." Saya, tuh, nyuruh dia senyum bisa sampai berantem. Padahal, kalau senyum, kan, dia manis sekali, ya. Ha ha ha.
Kuasa hukum Bapak banyak sekali dan kebanyakan pengacara papan atas. Pasti bayarannya juga besar, ya?
Sepeser pun kami tidak membayar mereka. Mereka tergerak sendiri untuk membantu Bapak. Bapak sendiri bilang, tidak akan mampu membayar mereka.
(Tamat)
Ester Sondang
KOMENTAR