Si pengecut itu hanya berani datang ke rumahku setiap aku tidak ada di rumah. Aku sendiri mengetahui kabar Febri dibunuh dan rumah kami dibakar, setelah ditelepon Ibu Neneng.
Akibat dari peristiwa ini, rumah Bu Yuni yang ada di sebelah kanan rumahku, turut terbakar. Aku sungguh mohon maaf. Semua ini sungguh di luar nalarku sebagai manusia. Aku dan istri sekarang menempati sebuah rumah di seberang taman. Penghuni rumah itu mendadak pindah setelah melihat Febri berdarah-darah dan meninggal di taman. Ibu itu tengah hamil dan trauma.
Mungkin istriku bakal menyesal seumur hidupnya. Meski begitu, aku sudah memaafkannya. Sakitkah hatiku? Dibilang sakit, ya, sakit. Dibilang luka hati, pasti. Tapi aku sudah ikhlas. Bohong bila musibah yang menimpa Febri itu karena ia menanggung dosa ibunya. Jangan pernah katakan musibah yang menimpa anakku itu karena dosa mamanya. Sebagai orang beriman, aku percaya, umur di tangan Sang Pencipta. Kita harus menjalaninya saja dengan ikhlas.
Jadi? Aku tetap akan melanjutkan rumah tangga dengan istriku. Ini sesuai permintaan Febri sebelum dan sesudah dia meninggal. Akan halnya istriku, sampai saat ini dia masih sangat syok. Dia menyesal sekali.
(Tamat)
Rini Sulistyati
KOMENTAR