"Nizi'ami, sempat kelihatan linglung saat baru saja tiba di bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. (Foto: Adrianus Adrianto/NOVA) "
Pembunuhan yang dilakukan Syid alias Mos (11), mengundang sejuta tanya. Kok, bisa-bisanya bocah seusia itu melakukan tindakan keji menghabisi nyawa ibu angkatnya.
Ternyata, salah satu alasannya, ia rindu bertemu ibu kandungnya. Apalagi, seperti pengakuan Mos, orangtua angkatnya kerap memarahinya.
Beruntung akhirnya Komnas Perlindungan Anak dan Polsek Mardinding, Sumatra Utara, berhasil menemukan Norberto Nizi'ami BR Nduru (59), ibu kandung Mos. "Polisi menemukan ibu Mos di perkampungan korban gempa Nias di Mardinding, " papar Arist Merdeka Sirait, Sekjen Komnas PA yang juga ikut melakukan pencarian.
nova.id
Akhirnya Kembali Ke Pelukan Ibu Kandung 1
"Nizi'ami didampingi Arist (kiri) dan Halawa (kanan) saat baru tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. (Foto: Adrianus Adrianto/NOVA) "
Hilang Tanpa JejakNizi'ami tiba di Jakarta Rabu (28/10) malam, didampingi pemimpin 34 keluarga Nias, Gohizisokhi Halawa (34), yang sekaligus jadi penerjemah karena Nizi'ami tidak bisa berbahasa Indonesia. Nizi'ami datang dengan membawa setumpuk dokumen Mos, seperti akta kelahiran, kartu keluarga, dan surat baptis. Di dokumen itu, disebutkan Mos lahir di Lahusa, 9 Februari 1998.
Wajah perempuan itu terlihat lelah begitu mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Matanya sembab. "Di pesawat, sepanjang perjalanan ke Jakarta, dia menangis terus," kata Halawa. Nizi'ami, lanjutnya, sedih dan syok mengetahui anaknya melakukan pembunuhan dan diancam hukuman penjara.
Dulu, kisah Halawa, saat tsunami melanda kampung halaman mereka, Nizi'ami dan kelima anaknya, Natori (34), Antonius (25), Nelia (20), Aliba (14), serta Mos (11), terpaksa hijrah ke Desa Mardinding karena rumah mereka hancur. Sementara suaminya masih di Nias mengurus rumah mereka yang hancur.
nova.id
Akhirnya Kembali Ke Pelukan Ibu Kandung 1
"Wanita Nias ini sempat syok dan menangis saat dikerubungi wartawan dan dihujani beragam pertanyaan. (Foto: Adrianus Adrianto/NOVA) "
Di tempat baru, Nizi'ami bekerja sebagai buruh tani. Mos yang saat itu baru berusia 5 tahun, kerap dibawanya meladang. Saat itulah, Mos sering melihat siswa Mardinding berangkat sekolah. "Dia ingin seperti mereka," kisah Nizi'ami.
Pucuk dicinta ulam tiba. Seorang kerabat berjanji menyekolahkan Mos di Medan. Karena tekad Mos begitu kuat, Nizi'ami pun merelakan putra bungsunya dibawa untuk dititipkan pada seorang ibu yang mereka kenal dengan nama Simanjuntak.
Sita Dewi
PROMOTED CONTENT
REKOMENDASI HARI INI
Ini 5 Cara agar Tidak Boros dalam Menggunakan Dompet Digital
KOMENTAR