Saat hamil, Nuniek Tirta Sari (29) justru merasa nyaman dengan pakaian biasa, bukan baju khusus untuk wanita hamil. Itu sebabnya, saat mengandung anak kedua, ia berburu baju-baju modis. Tentu yang berukuran besar. "Biar tetap gaul!" begitu alasannya.
Di tengah perburuan "baju longgar", tanpa sengaja Nuniek menemukan baju hamil cantik di sebuah mal di Bekasi, dekat rumahnya. "Setelah saya pakai, banyak teman kerja yang kebetulan hamil titip dibelikan," kata mantan sekretaris di sebuah perusahaan minyak ini. Lama-lama ia jadi "agen" baju hamil untuk teman-temannya. "Akhirnya dibisniskan sekalian," kata Nuniek sambil terbahak.
Saat kehamilan masuk bulan delapan, Nuniek mulai mewujudkan angan-angannya. Ia memilih bisnis online lantaran lebih mudah dan praktis. "Kebetulan saya mulai cuti hamil, jadi bisa leluasa menjalani bisnis ini." Mulai dari belanja, memotret, mengunggahnya ke situs, sampai mengirim pesanan, ia lakukan sendiri. Begitu juga promosi lewat milis, email, dan Facebook. Sang suami, Natali Ardianto (29), "hanya" membantu membangun situs www.hamilcantik.com yang dirilis Februari 2008.
Jualan Nuniek berasal dari berbagai sumber. Termasuk dari pasar-pasar grosir. Setiap ke luar negeri pun, ia kulakan baju hamil. "Kadang saya juga dapat info dari ibu mertua di mana tempat grosir baju hamil yang bagus. Saya datangi dan ajak kerjasama. " Rekan kerja suaminya yang melancong ke luar negeri, juga kerap dititipi baju hamil. "Yang jelas, saya kulakan baju yang saya sukai. Kalau enggak laku, kan, bisa dipakai sendiri."
Di luar dugaan, dalam waktu singkat penjualan terus meningkat. Bahkan, saat Nuniek akan melahirkan, pesanan masih membanjir. Terpaksa banyak pesanan yang tertunda. Seminggu setelah melahirkan Callysta Zippora (1,5), Nuniek langsung kembali bekerja mengirim pesanan. Meski berat, Nuniek justru menikmati kesibukan ini.
Alhasil, selama cuti, Nuniek punya kegiatan baru selain mengurus si bayi. Nah, setelah harus masuk kerja lagi, Nuniek kelabakan lantaran pesannya masih banyak. Padahal, ia mulai dibantu pembantunya. "Makanya saya mengajukan pengunduruan diri. Tapi bos enggak rela, jadi dia memperpanjang cuti sampai saya siap ngantor lagi."
Di saat Nuniek bersiap kembali bekerja, setelah tambahan cuti di luar tanggungan perusahaan habis, ia pun mengundurkan diri. Meski demikian, ia masih kewalahan. "Saya akhirnya cari pegawai yang khusus mengurusi operasional dan administrasi. Jadi saya lebih fokus belanja barang dan mengurus anak." Pemesan tak cuma perorangan, tapi juga distributor di daerah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. "Bahkan sudah ada yang pesan dari Malaysia," tambah Nuniek yang berniat belajar di sekolah desain agar bisa mengembangkan baju-baju hamil yang dijualnya.
Selamanya ini, modalnya hanya keinginan tampil modis meski sedang berbadan dua. "Selain itu, baju-baju itu juga bisa dipakai setelah melahirkan," ungkap Nuniek yang juga menjual lingerie khusus wanita hamil. Ide itu muncul karena banyak suami yang 'curhat' ingin melihat istrinya tetap seksi meski hamil. "Tapi mereka malu kalau pergi ke toko, makanya pesan ke saya." Selain lingerie, para suami juga banyak memesan baju hamil untuk kado istrinya.
Sukses di bisnis online, tak membuat Nuniek tergiur buka toko. "Biaya operasional lebih tinggi dan yang terpenting, saya tak mau meninggalkan anak-anak."Meski demikian, ia tak melarang pelanggan datang langsung ke rumahnya melihat barang yang akan dibeli. "Tapi kadang malu karena rumah kayak gudang. Saat ini baru kepikiran untuk merapikan dan membuat showroom," kata Nuniek yang hanya beberapa kali mengikuti bazar, seperti Pasar NOVA beberapa waktu lalu. "Tujuan utamanya untuk branding dan promosi alamat situs saja," kata Nuniek yang sehari bisa dapat 30-50 pesanan. "Omzetnya sekitar Rp 20 juta."
Menanggapi tingginya persaingan di dunia maya, Nuniek santai saja. "Yang penting, pelayanan harus profesional. Kalau ada keluhan, tanggapi dengan tulus dan telaten. Justru saat pelanggan protes adalah kesempatan paling baik untuk PR-ing," kata lulusan Public Relation Universitas Mercubuana, Jakarta ini.
Sita Dewi
KOMENTAR