Meski kondisi Derma pascamelahirkan sangat lemah, ia sempat bicara ke Mega dan suaminya. "Dia bilang, minta maaf karena banyak menyusahkan keluarga. Setelah itu, ia tak sadarkan diri." Belakangan Mega baru sadar, ucapan putrinya itu sebagai pertanda akan pergi. "Empat hari setelah melahirkan, dia akhirnya meninggal. Kami benar-benar syok."
Sampai Derma meninggal, Tumpak tak menampakkkan batang hidungnya. "Kami makin sakit hati," ungkap Mega yang akhirnya memakamkan jenazah putrinya di kampung halaman. "Kami sempat menitipkan bayi kembar itu di RS saat kami semua pulang untuk menguburkan Derma," jelas Mega yang sudah bertekad mengasuh sendiri empat anak kembar itu. "Ibaratnya, saya kehilangan satu, tapi sekarang dapat empat."
Baru beberapa hari di rumah, Mega kembali ke Medan untuk mengurus empat cucunya yang masih di RS. Saat itulah mendapat kabar, Tumpak muncul di RS dan hendak membawa empat bayi itu. "Tak segampang itu membawa cucu-cucu saya! Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dulu oleh Tumpak. Salah satunya, dia harus berhadapan dengan pengetua-pengetua adat, sintua, dan pendeta untuk memastikan bayi itu harus dirawat oleh siapa."
Selain itu, kata Mega, Tumpak harus membayar semua pengeluaran yang sudah dikeluarkan untuk Derma selama ini. "Jadi, bukan segampang itu dia mau ambil bayi-bayi itu. Ini mungkin pelajaran buat dia. Kenapa dulu dia telantarkan istrinya? Bahkan, istrinya juga dicaci maki lewat SMS. Kalau dulu dia menginginkan istrinya mati, sekarang anak kami itu sudah meninggal," kata Mega sambil menitikkan air mata.
Beruntung, semua biaya perawatan di RS digratiskan. "Kami berterima kasih pada RS dan dokter-dokter," jelas Mega yang ingin segera membawa cucunya ke Riau. Saat ini, keempat cucunya memang masih dalam perawatan di RS Pirngadi, Medan.
Mega bersyukur empat cucunya itu juga membawa rezeki. Terbukti, Selasa (6/10) ia kembali diundang pihak RS untuk menerima sumbangan uang untuk cucu-cunya dari sebuah BUMN senilai Rp 25 juta. "Ya, kami akan mempergunakan bantuan itu sebaik-baiknya."
Tak heran jika Tumpak meradang. Ia yang masih segar bugar, oleh mertuanya dibilang meninggal. ""Saya masih hidup! Tega sekali dibilang sudah meninggal," kata Tumpak yang datang dari Riau didampingi ayah dan anak sulungnya, Andre Siregar (3). Kedatangan Tumpak untuk mengambil empat bayinya, sempat menghebohkan lantai V RS Pirngadi, tempat si kembar dirawat.
Pria kurus ini sempat menangis tatkala memandangi bayi kembarnya dari balik jendela Ruang Neonati. Kuli bangunan di Jambi ini tak mampu berkata apa-apa. Dia hanya melihat dan memperhatikan keempat bayinya dengan seksama lalu ia pun meneteskan air mata. " Saya tahu istri meninggal dan kelahiran bayi kembar empat ini dari koran. Dari koran itu juga saya tahu, dibilang sudah meninggal."
Saat tahu istrinya meninggal, Tumpak yang sedang berada di Jambi datang ke kampung mereka di Bagan Batu. Namun, "Herannya, saya mau lihat jenazah, kok, malah ditolak keluarga almarhum. Mereka kesal pada saya karena saya hanya mampu memberi uang Rp 2,5 juta untuk biaya pengobatan dan melahirkan. Bagaimana lagi? Cuma sejumlah uang itulah yang ada pada saya. Saya orang miskin, tak mampu, hanya kuli bangunan. Mungkin itu yang bikin keluarga istri benci dan marah pada saya," kata Tumpak saat ditemui secara khusus oleh tabloidnova.com. Ia juga menegaskan, tak bisa mendampingi Derma karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan. "Jadi, bukannya saya tak peduli."
Sementara dr. Elisa br. Sidabutar SpOG yang menangani persalinan Derma berujar, setelah melahirkan anak kembarnya, kondisi Derma sempat kritis. "Dia harus memakai alat bantu pernapasan dan dirawat di ruang ICU. Derma kritis karena harus menjalani dua kali operasi. Pertama, operasi Caesar untuk mengeluarkan anak kembar empat. Kedua, karena terus mengalami perdarahan, terpaksa rahimnya diangkat. Ditambah lagi, Derma mengalami kelainan jantung."
Debbi Safinaz
KOMENTAR