Senyum dan tawa Ratna Sari Virgo (20) serta Suci Refika (25) seakan menutup derita yang ditanggung selama 2 hari ini. Sejak menempati ruang rawat inap RS Tentara, Padang, cerita mahasiswi dan dosen STBA Prayoga ini seperti tak ada habisnya.
Maklumlah jika kini mereka begitu bahagia. Bayangkan saja, selama hampir 48 jam mereka terkurung di reruntuhan beton kampusnya akibat gempa hebat, Rabu (30/9) silam. Dengan mata kepala sendiri pula, Sari dan Suci melihat temannya meninggal satu demi satu.
"Saya sudah mengira bakal meninggal juga. Tangan saya sudah dingin sekali. Saya sempat minta maaf pada Ibu Suci dan berniat menulis surat juga kepada keluarga melalui handphone yang saya temukan dalam tas. Tapi Ibu Suci terus menyemangati untuk tetap kuat," kata Sari dengan senyum lebar.
Kata Sari, ia diselamatkan oleh tas yang tak lepas dari tangannya. Ia pun masih bisa menikmati sisa air minum di botol dan melihat waktu di telepon genggamnya. "Saya berusaha agar mata senantiasa terjaga. Takutnya, kalau tidur, saya akan mati seperti teman-teman lainnya. Sari dengar bagaimana satu demi satu mereka menghembuskan nafas terakhir. Tadinya kami berteriak bersama-sama, hingga akhirnya yang terdengar hanya suara Saya dan Bu Suci."
Bersama dalam reruntuhan itu, mereka saling menguatkan dan mendoakan. "Kalau saya yang lemah, dia menyemangati saya. Begitu sebaliknya. Sari anak yang baik, dia mau berbagi minumannya yang meski tinggal sedikit," tutur Suci.
Setelah menamatkan S2-nya di Universitas Negeri Padang, cerita sang ayah, Suci langsung diterima bekerja di almamaternya, STBA Prayoga. Terhitung hingga sebelum hari nahas itu, ia baru bekerja selama satu minggu. "Dia tinggal bersama tantenya sementara anak dan suaminya, Tommy Erwinsyah, tinggal di kota yang sama dengan kami," terang Masril.
Ester Sondang
KOMENTAR