Banyak muslimah tidak bisa khusuk salat di mesjid/musala lantaran mukena yang tersedia teramat dekil dan mengeluarkan aroma tak sedap. "Karena itu saya pilih membawa mukena sendiri tiap kali pergi. Kadang, usai salat, mukena saya dipinjam orang yang kebetulan tidak membawa mukena pribadi. Saya suka kasihan lihat jamaah mengantre lama hanya untuk satu mukena yang tergolong bersih. Jadi, saya ikhlas saja mukena saya dipinjam yang lain," tutur Dwi Rahmawati (22), seorang karyawati di Jakarta.
Pengalaman serupa juga sering dialami Hasna Puri (26), karyawati International Wing, RSCM, Jakarta. Karena itu, ketika ia membaca artikel di sebuah majalah dan membaca blog tentang Gerakan Mukena Bersih (GMB) yang diprakarsari Gita Saraswati, ia segera mencari tahu cara menjadi relawan pemelihara mukena bersih.
"Setelah tahu tugasnya relawan, saya mengajak dua teman bergabung dengan GMB. Setidaknya, saya bisa turut sedikit berbuat kebajikan dengan mencucikan mukena untuk masjid di dekat tempat tinggal saya," jelas Hasna yang mendaftarkan diri sebagai relawan ke sekretariat GMB di Jl. Cilandak Tengah no 1 A, Jakarta Selatan.
Ceritanya, kata Gita, suatu waktu ia menumpang salat di sebuah mesjid di kantor pemerintah. "Mesjidnya bagus. Saya salat mengenakan mukena dari masjid itu. Usai salat, saya berdoa dan begitu selesai mengucap 'Amin', saya mengusap wajah dengan mukena itu, ternyata ada ingus kering di mukena itu. Saya seperti ditampar dan ditendang Allah. Semalaman saya gelisah memikirkan soal mukena kotor itu. Lalu kepikiran, pastinya tidak hanya di masjid itu saja yang ada mukena kotor. Banyak mukena tak terpelihara di berbagai masjid."
Seminggu sesudah memendam kegelisahan, ia tak tahan lagi untuk berbuat sesuatu, "membersihkan" mukena-mukena di mesjid/musala. Gita pun meluncur ke Pasar Mayestik, belanja kain mukena. "Kain itu saya bikin jadi delapan buah mukena lalu saya kemas menjadi empat kantong atau empat paket. Tiga paket di antaranya saya bawa ke mesjid di kawasan Blok M Mal. Secara berkala mukena itu saya cuci, lalu saya letakkan satu paket sebagai gantinya. Kegiatan itu berjalan beberapa lama sampai saya merasa tidak mampu lagi mengerjakan sendirian."
Pebruari 2007, ketika di rumahnya ada pengajian, Gita membagi pengalamannya sebagai pencuci mukena sekaligus mengajak kerabat dan teman untuk berbuat hal serupa. "Waktu itu saya masih bikin mukena dengan biaya sendiri lalu ada saudara dan teman yang mendukung. Gerakan mukena bersih terus saya syiarkan ke berbagai pengajian. Lama-lama banyak pengikutnya."
Berhubung cita-citanya ingin mengajak masyarakat luas turut berpartisipasi, Gita dan teman serta kerabatnya kemudian membuat gerakan kebersihan mukena secara nasional. "Tapi, kan, tidak bisa sendiri, perlu relawan dan donatur. Jadi, kami bikin blog dan akhirnya dapat banyak sambutan. Niat baik kami didengar Allah. Tak disangka kami banyak menerima relawan pemelihara mukena dari berbagai profesi.
Pakai Akad
Hingga September 2009, GMB telah memiliki lebih dari 200 relawan pemelihara mukena bersih di berbagai kota. Juga ada dermawan yang menyumbangkan tenaga, pikiran, dan dana bagi pengadaan mukena. GMB, lanjut konsultan pendidikan ini, sejak awal memang didesain sebagai wadah dari dua kegiatan, yakni pengadaan mukena bersih dan relawan pemelihara.
Rini Sulistyati
KOMENTAR