RESTORAN JEJAMURAN Makan Jamur Sambil Menimba Ilmu
Salah satu tempat yang kini banyak dikunjungi wisatawan ketika datang ke Yogya adalah restoran Jejamuran. Restoran yang terletak di Niron, Pandowoharjo, Sleman ini menyuguhkan aneka masakan jamur, antara lain gudeg, asam manis, oseng-oseng, sop, pepes, sate, tongseng, dan bakar pedas. Semuanya menggunakan bahan utama jamur, tanpa dicampur daging.
Tak heran, banyak penganut vegetarian yang jadi pelanggan. Namun, tidak dalam sekejap mata Ratidjo HS (65), pemilik resto Jejamuran bisa membuat ratusan pengunjung datang setiap harinya. Bukan perkara mudah baginya untuk meyakinkan masyarakat bahwa jamur yang dijualnya tidak mengandung racun, bahkan sampai sekarang.
Menu yang ditawarkan makin banyak, kini berjumlah 14 macam, dengan menggunakan 20 jenis jamur, antara lain jamur merang, kuping, kancing, shitake, dan portobello. Hampir setiap menu menggunakan jamur yang berbeda. Tongseng, misalnya, menggunakan jamur merang, sedangkan rendang menggunakan jamur kancing. Selain membeli dari petani binaannya, suplai jamur juga didapatkan Ratidjo dari hasil budidaya sendiri, yang lokasinya berada di halaman samping restoran. Di kebun jamurnya ini, pengunjung bisa menimba ilmu tentang jamur karena pemandu yang ada akan menjelaskan budidaya jamur.
"Kami sekaligus ingin mengajak pengunjung untuk makan makanan sehat, termasuk jamur yang banyak gizinya," ujar ayah lima anak yang restorannya kini bisa menghabiskan 300-400 kg jamur per hari ini. Pada hari libur, malah bisa mencapai 450 kg jamur. Untuk sate saja, Ratidjo bisa menjual 3500-4000 tusuk per hari.
Kalau sedang berada di Yogyakarta, cobalah untuk melewati Jalan Imogiri di Yogyakarta seusai magrib. Anda akan menemukan puluhan warung sate yang siap melayani Anda di sepanjang jalan itu. Namun, yang paling dikenal adalah sate klathak, yaitu sate daging kambing yang ditusuk dengan jeruji sepeda.
Sate kambing yang satu ini berbeda dari sate sejenis pada umumnya. Selain irisan dagingnya besar-besar, si penjual hanya menyuguhkan dua tusuk untuk satu porsinya. Tidak perlu khawatir kurang karena dua tusuk memang cukup untuk menemani sepiring nasi. Yang lebih unik lagi, dagingnya bukan ditusuk dengan lidi bambu seperti biasanya, melainkan dengan jeruji sepeda!
Mengapa menggunakan jeruji sepeda? "Karena daging bisa dibakar lebih lama, jadi lebih empuk ketika disantap tanpa menjadi gosong," jelas Bari yang setiap hari mulai berjualan setelah magrib sampai pukul 01.00.
Menariknya, sate ini terasa gurih meski hanya dibumbui dengan garam dan merica saja sebelum dibakar. Lama pembakaran biasanya berlangsung selama 10 menit. Untuk dua tusuk sate dan seporsi nasi, Bari menjualnya dengan harga Rp 12 ribu, sedangkan gulai kambing Rp 5 ribu per porsi.
HASUNA DAYLAILATU / bersambung
KOMENTAR