Berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya, Rabu (26/5) itu Joseph Refo tampak lebih santai. Dengan santai pula, ia mengungkapkan berbagai macam hal. "Saya sempat depresi. Itu bukan kejadian yang saya sengaja. Saya hanya lalai. Saya tidak menyangka akibatnya akan sejauh ini. Tapi ini konsekuensi hukum yang harus saya terima atas kelalaian saya," ujarnya dengan nada tegar.
Beruntung, tuturnya, tiga anaknya, Aldo (15), Chiko (9), dan Emily (7) rutin menjenguknya dua kali seminggu ke LP Cipinang. "Kedatangan mereka benar-benar mempercepat pulihnya kondisi psikis saya. Mereka banyak cerita soal keseharian. Mereka memang enggak mengerti masalah sebenarnya, tapi nanti saat mereka dewasa, saya pasti jelaskan."
Empat Kali Terjadi
Apa pangkal masalah yang mengakibatkan kematian Reni di tangannya, sepertinya tak ingin diungkapkan pengusaha sukses ini. "Ini masalah internal, makanya saya enggak mau membuka aib istri saya ke publik. Apalagi istri saya sudah meninggal. Biarlah jadi rahasia kami berdua," katanya.Yang jelas, ia menyangkal keras pernyataan pengacara keluarga Reni bahwa ada indikasi ia melakukan pembunuhan berencana. "Enggak mungkin saya merencanakan pembunuhan."
Di malam nahas itu, ungkapnya, benar dua anaknya menginap di rumah kakaknya. "Tapi anak-anak memang sering main dan menginap di sana. Jadi, itu hal biasa. Kalau memang saya mengungsikan anak-anak karena merencanakan pembunuhan, kenapa yang paling kecil enggak diungsikan juga?"
Ada asap kalau ada api. Begitu Joseph menggambarkan musibah itu. Dengan mimik serius, ia bertutur, "Persoalan ini bukan persoalan kemarin." Selama 14 tahun perkawinan mereka, katanya, kejadian serupa sudah empat kali terjadi. Atas nama cinta, Joseph berusaha mempertahankan perkawinan mereka. "Kalau saya enggak cinta, gampang saja, minta cerai. Tapi saya memilih untuk mempertahankan perkawinan kami."
Begitulah, saat Joseph menganiaya Reni, "Saya hanya bermaksud memberi Reni pelajaran agar tak mengulanginya. Saya tidak mengira akibatnya akan fatal. Waktu itu dia juga menolak saya bawa ke rumah sakit."
Pertengkaran suami-istri itu dipicu ketika sepulang dari luar negeri, Joseph membuka akun e-mail milik Reni. Setelah mengecek akun pribadinya, ia mencoba membuka akun milik Reni. "Password-nya saya tebak-tebak saja, ternyata benar. Mungkin Tuhan memang mau memberi tahu masalah ini," ujar Joseph yang mengaku menemukan beberapa e-mail yang memicu dugaan selingkuh.
Ia pun langsung menghubungi Reni yang saat itu sedang berada di Palembang. "Ditanya soal e-mail itu, dia menyangkal. Katanya, enggak kenal dengan orang itu. Enggak kenal, kok, bisa omong begitu? Jadi, saya minta dia pulang untuk menyelesaikan masalah ini baik-baik. Orangtua Reni juga tahu, kok, karena kejadian seperti ini bukan pertama kali."
Esoknya, Joseph bersama sopir pribadi menjemput Reni di bandara. Selama menunggu Reni tiba, Joseph tertidur di mobil hingga sampai di rumah. Saat dibangunkan sopirnya, Reni sudah masuk ke rumah. Beberapa saat kemudian, di ruang keluarga di lantai dua, pasangan ini bicara hingga tersulut pertengkaran. "Saya bilang, kenapa diulang-ulang terus? Dia malah marah dan bilang saya suka cari persoalan." Perdebatan semakin sengit hingga terjadi tarik-menarik laptop. Gelap mata, Joseph pun memukuli Reni menggunakan laptop. "Kalau memang saya merencanakan, kenapa saya pakai laptop? Pakai saja golok atau apa."
Usai bertengkar, masih kata Joseph, ia berniat membawa Reni ke rumah sakit tapi langsung ditolak mendiang. Masih emosi, Joseph pun langsung tidur. Pukul 03.00, ia kembali berusaha membawa Reni ke rumah sakit dan ditolak lagi. Selang tiga jam kemudian, "Saya lihat dia makin lemah. Segera saya gendong Reni ke rumah sakit. Hal yang paling saya sesali, saya tidak menyadari ada luka di bagian belakang kepalanya. Kalau saya sadar sejak awal, pasti sudah saya bawa paksa ke rumah sakit."
Sita Dewi/ bersambung
KOMENTAR