Tak pernah terlintas di benakku akan memiliki bobot seramping seperti sekarang ini. Berat badanku kini 74 kg dengan tinggi badan 183 cm. Padahal, sebelumnya bobotku 157 kg, lho! Menderita obesitas bertahun-tahun sungguh amat menyiksa.
Bayangkan saja, sebagai sales tekstil, aku harus sering ke luar kota. Betapa melelahkannya duduk di dalam mobil berjam-jam. Belum sempat bertemu costumer, badan sudah keringatan. Bahkan setelah bertemu costumer pun, aku terkadang merasa dipandang sebelah mata. Yang paling menyiksa, setiap kali naik pesawat, tempat duduk terasa sempit, punggung jadi sakit. Dengan posturku yang tinggi, mau selonjor saja susah. Sabuk pengaman yang kukenakan pun ekstension. Malu, kan?
Hidupku benar-benar sudah menuju ke gaya hidup tak sehat. Aku yakin, bila orang melihatku, pasti mereka melihat dari sudut pandang negatif. Untungnya, aku termasuk cuek, jadi tak merisaukan apa pun pandangan orang kala itu. Maka, kebiasaanku makan enak, terus kulakukan.
Kini, aku berhasil mengalahkan berat badanku sendiri berkat mengikuti kompetisi The Biggest Loser Asia, kompetisi menurunkan berat badan paling banyak dengan cara berdiet dan olah raga yang benar dalam tempo hanya 5 bulan saja. Kompetisi semacam itu 1-2 kali pernah kusaksikan di teve. Namun, sungguh aku tak tertarik atau termotivasi untuk menurunkan berat badan dengan cara seperti para peserta TBLA, meski katanya banyak penderita obesitas termotivasi lewat acara itu.
Nah, tahun lalu, tepatnya Agustus 2009, acara serupa diselenggarakan untuk tingkat Asia. Audisi peserta dilakukan di Jakarta. Kakak perempuanku, Ruby, nekat mendaftarkan aku. Tetapi aku bilang tidak tertarik. "Malu-maluin saja," kataku. Kami pun beberapa kali sempat ribut. Ruby bersikukuh agar aku ikut biar sehat, sementara aku tak mau.
Ah, ternyata Ruby didukung tunanganku, Levin Ramchandani, yang sebelumnya juga sudah sering menyarankan agar aku menurunkan berat badan biar sehat. Nah, begitu tahu Ruby mendaftarkan aku ke TBLA, Levin senang bahkan amat mendukungku. Oleh karena dibujuk orang yang aku cintai, aku pun menyerah dan ikut audisi.
Tujuan awalku hanya untuk menyenangkan kakakku saja. Eh, ternyata aku lolos seleksi di Jakarta, dan September 2009 harus berangkat ke Malaysia sendirian. Di Malaysia aku bertemu dengan 30 peserta lainnya.
(David Gurnani lahir di Jakarta 5 Maret 1984. Ia adalah anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Jani Gurnani dan Evangely yang berdarah India. Masa kanak-kanak David dihabiskan di Jakarta. Sejak usia 5 tahun-an ia sudah menderita obesitas, menurun dari ayahnya. Penyuka musik R & B dan Gospel ini suka makan segala makanan dalam porsi besar.
Meningkat remaja, David meneruskan ke sekolah setingkat SLTP di New Era High School, India. Di sana lah ia berkenalan dengan gadis Jakarta, Levin, yang kini jadi tunangannya. Di India berat badannya sempat turun lantaran banyak aktivitas dan olah raga yang harus ia lakukan. Kembali ke Jakarta David meneruskan kuliah diplomanya. Hobi makannya kumat lagi, hingga berat badannya membengkak lagi).
Masuk Karantina
KOMENTAR