Berawal dari krisis moneter di tahun 1998, duda dengan satu orang anak ini mulai memutar otak untuk mendapatkan penghasilan, selain dari gaji yang biasa diterimanya sebagai seorang karyawan swasta di Jakarta. "Tahun 1999, tante saya, Yenny Wilandra menawarkan saya untuk bekerjasama dengannya membangun Toko Kue Durian Aditia di Surabaya."
Kala itu, pria bernama lengkap Yap Johannes ini ditawarkan sang tante untuk membuka cabang Toko Kue Durian Aditya di Jakarta. "Tapi, saya harus ke Surabaya dulu untuk belajar membuat kue. Di Jakarta, saya belum melihat ada toko seperti itu. Saya akhirnya mantap mengundurkan diri dari pekerjaan saya. April 1999 saya belajar membuat kue berbahan durian di Surabaya dengan Tante Yenny selama sebulan."
Awalnya, "Di toko hanya ada dua macam kue berbahan durian yaitu soes dan ketan durian. Selama belajar, tantangannya sangat besar. Pertama, saya enggak pernah memasak; kedua, harus memasak dengan kuali besar. Akibatnya, tangan saya sampai kapalan dan ototnya sakit semua," ungkap Johannes seraya tertawa.
Meski menyulitkan, keinginan kuat untuk belajar dan membina usaha baru membuat Johannes bertahan. "Sebelumnya, paling-paling hanya bisa bikin telur ceplok dan mi instan saja," kenangnya.
Setelah yakin bisa memulai usaha ini di Jakarta, Johannes mulai membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya di kawasan utara Jakarta. "Sampai kemudian saya mendapat tawaran dari sebuah foodcourt di gedung BII. Jualannya hanya satu jam, dari jam 12.00 sampai jam 13.00. Saya bersyukur, dagangan saya selalu laris. Bahkan ditunggu pelanggan kalau saya datang telat," imbuh Johannes yang bisa menghabiskan 15 kilogram daging buah durian per hari.
Melihat kesuksesan itu, "Seorang kawan menyarankan agar saya membuka ruko di Kelapa Gading. Tahun 2000 saya merasa kawasan Kelapa Gading terlihat mulai potensial dijadikan lokasi untuk berdagang makanan. Ternyata dugaan saya enggak salah, buktinya sampai sekarang masih bertahan," bebernya sambil tersenyum.
Usahanya semakin lama memang semakin dikenal, "Semua pengorbanan saya terbayar sudah. Bisa dilihat dari perkembangannya sekarang. Awalnya, cuma pakai oven seharga 400 ribu, sekarang sudah bisa pakai oven seharga puluhan juta rupiah."
Menjadi seperti sekarang, Johannes menyadari, tak semuanya berkat kerja keras pribadi. "Saya juga banyak dibantu, salah satunya dari pemasok durian dari Bogor. Beliau percaya dengan usaha saya, meski uang yang saya bawa kurang, tidak pernah menjadi masalah karena dia yakin saya akan kembali lagi."
Memasuki tahun 2003, Johannes memutuskan untuk mengibarkan bendera sendiri. "Sebenarnya, tante saya merasa keberatan karena dengan membuka cabang harus membayar pajak lebih. Kemudian saya memutuskan untuk mengubah nama usaha saya jadi Ulliko. Nama itu saya ambil dari nama anak saya Ryuko Natasha Lee (10)."
Meski begitu, pelanggan tidak surut. Johannes pun semakin kreatif membuat aneka kue, dari awalnya hanya dua macam kue berbahan dasar durian. "Sekarang sudah ada belasan macam. Seperti layaknya seniman, semua kue-kue itu hadir dari kreasi saya."
KOMENTAR