Sepakat mendirikan usaha bersama, Imam minta Diana keluar dari tempat kerjanya. Dari hasil pesangon bersama sebesar Rp 5 juta, mereka membuka katering kecil-kecilan. "Saya masak di rumah kontrakan," kisah Imam.
Untuk promosi, ia menghubungi para mantan relasinya. Pesanan demi pesanan mulai datang. "Memang tidak besar. Paling cuma buat acara hajatan kecil-kecilan." Yang seru, kata Imam, segala sesuatunya ia kerjakan sendiri. Dari mulai belanja bahan mentah di pasar, masak, sampai mengantar, dan menata hidangan.
"Paling hanya dibantu 1-2 tenaga tambahan buat pekerjaan di dapur. Selebihnya, saya kerjakan berdua Diana," papar Imam yang sekaligus jadi guru masak bagi istrinya. "Soalnya, pada dasarnya Diana enggak bisa masak. Jadi, harus saya ajari," ujarnya sambil terkekeh.
Yang lucu, saat itu mereka masih berstatus pacaran. "Jadi, selesai kerja, ya, pulang ke kos masing-masing. Kalau ingat itu, saya sangat terharu. Saya bersama Mas Imam benar-benar berjuang dari bawah, sejak sebelum menikah," kata Diana, dengan mata berkaca-kaca.
Peristiwa tak sedap itu, tak membuatnya putus asa. Ia mengaku jadi semakin matang mengatur keuangan, sehingga lambat laun hal serupa tak terjadi lagi. Merasa makin hari usaha katering patungan mereka makin berkembang, tahun 2005 Imam dan Diana memutuskan menikah. "Karena tidak punya modal, modalnya nikah uang muka pesanan katering."
Soal bulan madu, Imam juga punya kenangan tersendiri. "Wah, bagaimana mau bulan madu. Sehari setelah resepsi perkawinan kami, saya langsung masak pesanan katering!"
(Bersambung)
Gandhi Wasono M.
Foto-Foto: Gandhi/NOVA
KOMENTAR