Ibu Sekaligus Ayah
Untungnya, sejak tinggal di Jakarta dan beranjak remaja, tak seorang pun menanyakan soal Papa padaku. Hebatnya lagi, Mama bisa bertindak sebagai ibu sekaligus ayah bagi kami. Mama mencukupi semua kebutuhan kami. Jadi, kami merasa tak kekurangan figur ayah. Sebagai kakak, Richi juga amat menjagaku. Dia seolah menjadi ganti figur ayah buatku.
Seingatku, menginjak bangku SMA, Papa sering menghubungi Om Yong untuk menanyakan kabar kami. Papa juga mengungkapkan keinginannya bertemu kami. Mungkin karena aku masih senang-senangnya bermain, jadi kurang hirau dengan keinginan Papa itu. Aku bilang, kalau mau ketemu, ingin datang, ya, datang saja ke rumah. Tapi Papa tak pernah datang.
Begitulah. Karena Mama mencukupi kebutuhanku semua, akhirnya aku tak memerlukan kehadiran sosok ayah. Cukuplah Mama bagiku. Aku juga tak bisa merasakan seperti apa bangganya jadi anak rocker terkenal.
Namun, tahun 2004 ketika aku hendak menikah, timbul sedikit masalah. Om-omku mengingatkan, aku perlu wali nikah, yakni Papa. Aku tak keberatan bila Papa memang mau dan bisa datang. Tapi rupanya aku terpaksa menikah di luar negeri karena kami beda agama sehingga tak perlu ada wali.
Jasa Baik Bos
Terus terang, Papa selama ini seperti orang asing bagiku. Kenangan manisku yang tersisa bersama Papa di waktu kecil hanyalah ketika Papa membawakan kado atau buah tangan bila pulang bepergian. Aku tidak pernah merasakan sebagai anak artis terkenal.
Aku merasa tidak mengenal sosok Papa kendati Mama pernah mengingatkan, "Suka enggak suka, benci enggak benci, itulah papamu. Kamu harus menengok." Tapi kesibukanku selama ini, tak memungkinkanku mengunjunginya sampai dia jatuh sakit.
Nah, kebetulan bosku, Mbak Siane Indriani, punya teman dekat seorang wartawan di Surabaya. Mereka terus berkomunikasi. Dari Mbak Siane aku dapat nomor telepon Papa. Ketika kutelepon, Papa menangis sesenggukan. "Alhamdulillah!" seru Papa yang saat itu mengabarkan sakitnya. Aku jadi ikut-ikutan menangis. Dari sanalah aku merasa Papa benar-benar mencariku. Papa semakin menangis ketika kuceritakan aku sudah menikah dan punya anak.
(Bersambung)
Rini Sulistyati
KOMENTAR