KA, sebut saja begitu, tampak lega. Apa yang menjadi kekhawatiran selama mengandung tak jadi kenyataan. Bayi mungilnya yang kini berusia 1,5 tahun, ternyata negatif terkena HIV. "Padahal, sejak enam tahun lalu, saya divonis kena HIV/AIDS," papar KA. Hanya saja, saat ini sang anak masih dalam pantauan klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing).
Dunia sempat dirasakan akan runtuh ketika divonis HIV/AIDS. "Bayangan untuk membina rumah tangga dan punya keturunan, pupus. Saya pasrah saja menerima kenyataan itu dan tinggal menunggu ajal."
Apalagi, informasi yang didapatnya, penyakit itu tak ada obatnya. Itu sebabnya, KA tak berani cerita. Hanya beberapa orang yang tahu kondisi sebenarnya. "Hanya Ibu dan salah satu kakak saya yang tahu."
Dapat Jodoh
Bertahun-tahun KA menyepi, tinggal jauh dari kampung halamannya. Sampai kemudian ia memutuskan kembali ke Medan dan berharap memulai hidup baru serta dapat pengobatan. Secara kebetulan, tahun 2007 silam, ia tahu ada program Preventif Mother to Child Transmission (PMTCT) dan VCT.
Kebetulan pula ia berkenalan dengan seorang aktivis HIV/AIDS yang kemudian membantunya untuk bangkit. "Selain dapat pencerahan mengenai virus ini dan tahu masih punya kesempatan hidup, di LSM itu pula saya bertemu calon suami sesama penderita HIV/AIDS. Kami menikah tahun 2007," ucap anak ke 2 dari 3 bersaudara ini.
Selain mengganti ASI, "Tak ada penanganan khusus. Sama saja dengan anak-anak yang lain," kisah KA yang sekarang menjadi tenaga pendamping di sebuah LSM.
Serba Gratis
Berbeda dengan KA, ME (23) justru tampak lebih tenang menghadapi vonis dokter. "Saya cuek saja. Kebetulan, sebelum menikah tahun 2006, kami sudah sama-sama tahu. Setahun kemudian, saya hamil tanpa memeriksakan diri di klinik VCT."
Makanya, ketika akan melahirkan, ME sempat berbohong ke pihak RS. "Soalnya, di RS sebelumnya, saya harus bayar Rp 15 juta saat saya bilang mengidap HIV/AIDS, karena semua peralatan yang dipakai untuk operasi harus dibuang. Dari mana saya dapat uang sebanyak itu? Saya dan suami, kan, waktu itu sama-sama pengangguran. Makanya saya pindah RS dan tak bilang kalau menderita HIV/AIDS."
(Bersambung)
Edwin Yusman F.
KOMENTAR