"Saya merasa bodoh. Lupa kalau suami punya darah tinggi!" kata Enalia (43) penuh sesal. Suaminya, Ahmad Yunan (46), adalah satu dari delapan korban tewas usai minum obat agar tak menderita kaki gajah, yang dibagikan pemerintah.
"Sebelumnya kami memang dapat kabar, penyakit kaki gajah sedang melanda wilayah Kabupaten Bandung," jelas warga perumahan Griya Bandung Asri I, Bandung.
Hanya saja, saat ada sosialisasi penyakit tersebut, guru SMP Bale Endah 2 itu tak bisa datang karena sedang mengajar. "Waktu arisan warga, informasi ini disebarkan lagi. Bahkan lewat gambar yang sangat menyeramkan," tandas Enalia.
Setelah sosialisasi itu, warga dapat undangan dari RW soal pengobatan kaki gajah (Selasa, 10/11). "Katanya, itu program Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung." Enalia kembali tak bisa datang karena harus mengantar anak bungsunya sekolah. Akhirnya, Yunan yang berangkat untuk mengambil obat itu untuk anak-istrinya.
"Biasanya Bapak tidak suka minum obat, tapi herannya hari itu semangat sekali. Bahkan dia yang menyuruh saya dan anak-anak minum." Saat itu, lanjut Enalia, tiap anggota keluarga mendapat satu paket obat yang terdiri dari dietyl carbamazine citrate (DEC), albendazole, dan paracetamol. Jumlah komposisi obat berbeda-beda tergantung usia.
Lemas & Mencong
Begitu mendapat obat, Enalia langsung masak nasi dan membuat telur dadar. "Katanya, sebelum minum obat harus makan dulu." Setelah santap siang, Yunan yang pertama kali minum obat, lalu diikuti Enalia dan dua anaknya, Reza, dan Nazwa . "Lutfi baru minum sore setelah pulang kuliah."
Anehnya, Enalia dan keluarganya tak merasakan efek dari obat tersebut. "Padahal, katanya akan mual, muntah, dan pusing. Tapi yang kami rasakan hanya ngantuk saja. Kami pun langsung tertidur."
Bahkan setelah tidur sampai sore, selepas magrib, Yunan masih mengajar di kampus AMIK, Bandung. Selain menjadi pengawas SMA di Kabupaten Bandung, Yunan juga mengajar Pancasila di AMIK.
(Bersambung)
Sita Dewi
Foto-foto: Sita Dewi/NOVA
KOMENTAR