Film 2012 mengambil ide dari ramalan Suku Maya yang mengatakan dunia akan menemui kehancuran pada 21 Desember 2012. Kendati hanya prediksi ribuan tahun lalu, Hollywood amat jeli untuk urusan ini. Gagasan itu pun diangkat ke layar lebar. Film yang mulai diproduski Juli 2008 ini naga-naganya bakal sukses, terlebih diiringi embusan isu kiamat di 2012.
Film tentang bencana memang selalu menarik perhatian, dan 2012 disebut-sebut sebagai disaster movie paling spektakuler. Hampir seluruh adegan yang disuguhkan 2012 memukau penonton. Bagaimana para desainer visual menggambarkan kehancuran dunia melalui bencana patut diacungi jempol.
Semuanya tentu melewati proses kerja keras yang tidak sebentar dan biaya yang tidak sedikit. Diperkirakan seluruh biaya produksi 2012 mencapai US$ 200 juta atau sekitar Rp 2 trilyun.
Film yang disutradarai oleh Roland Emmerich ini pun langsung menjadi incaran rumah produksi, meski akhirnya pilihan jatuh ke tangan Sony Pictures Entertainment. Nama besar Emmerich yang sebelumnya sukses menggarap film Independence Day dan The Day After Tommorow cukup menjadi jaminan 2012 akan laris di pasaran.
Proses produksi 2012 dimulai sejak Juli 2008 di Los Angeles, dilanjutkan ke Vancouver (Kanada,) hingga tuntas di Januari 2009. Lima rumah produksi khusus disewa untuk mengerjakan efek visual.
Hampir setengah dari film 2012 merupakan rekayasa efek visual. Apa yang tidak bisa dibangun oleh kayu dan besi secara fisik dikerjakan oleh komputer. Hasilnya, adegan gempa berkekuatan 10,5 Richter tercipta dengan sempurna. Hollywood punya kecanggihan teknologi untuk membuat itu.
Film 2012 menggunakan 12 set panggung raksasa dengan layar virtual berukuran 600 x 40 kaki dan 2 set outdoor dengan lantai yang bisa digunakan untuk simulasi gempa. Dari semua peralatan tersebut terciptalah adegan gelombang tsunami yang mencapai 1500 kaki, gunung meletus, dan gempa bumi dahsyat.
(Bersambung)
Yetta Angelina
Foto-foto: www.whowillsurvive.com
KOMENTAR