Rencana Menikah
Esoknya, aku melakukan aktivitas seperti biasa, mengerjakan pekerjaan rumah, mengantar Novi ke sekolah. Sekitar jam 11.30, Nia masih sempat SMS-an dengan Retno, tapi aku enggak tahu apa yang mereka bicarakan. Setelah itu, HP Retno mati. Kami pun kehilangan kontak sampai Selasa.
Ini janggal sekali. (Caroline juga membenarkan keanehan itu. Sebenarnya, Sabtu (7/11), Caroline, Retno, dan Sanli sempat pergi ke sebuah tempat. Esoknya, masih SMS-an," Saya tanya mau pergi enggak? Dia jawab, tidak, karena ada pembantu baru. Senin, HP-nya sudah tidak aktif. Saya sudah curiga. Soalnya, walau sedang punya masalah, Tia enggak pernah mematikan HP. Kalaupun mati, paling karena baterainya habis.")
Karena tak ada kabar berita, aku pun berinisiatif mendobrak apartemen Retno, Rabu (11/11) siang, bersama Sony. Aku hampir pingsan ketika melihat kondisi apartemennya yang porak poranda. Aku enggak sanggup masuk ke dalam. Nah, apalagi motifnya kalau bukan perampokan?
Jujur, aku sempat kesal karena di koran ditulis, pelakunya adalah pacarnya. Mohon maaf, tolong jangan sampai Sony dikaitkan dengan masalah ini. Dia sangat baik dan aku hampir tiap hari berkomunikasi dengannya.
Aku maklum, sebagai pengusaha batubara, pekerjaannya banyak. Waktu kejadian pun, Sony sedang di Makassar mengurus pekerjaan. Dia menyesal sekali kenapa saat itu tidak berada di Jakarta.
Usia Retno dan Sony memang berbeda jauh, tapi aku tidak mempermasalahkannya. Aku juga tidak melihat kekayaan Sony. Yang kulihat hanyalah kasih sayangnya pada Retno. Niat Sony menikahi Retno, memang diutarakannya ketika putriku sudah tiada. Rupanya Sony takut aku tidak setuju. Padahal, aku setuju. Mau apalagi? Sony baik sekali. Retno pun tidak pernah cerita tentang niat Sony.
Sudahlah, tak perlu kusesali lagi. Yang pasti, aku ingin pembunuh putriku dihukum mati. Ingin rasanya memukuli pelakunya jika sudah tertangkap. Sebenarnya, aku sempat kesal pada Aam, pembantu Retno, karena dia malah tertawa-tawa dan tidak curiga dengan apa yang menimpa majikannya.
Kenapa dia malah berada di lobi, padahal Retno berada di lantai 25? Dia malah asyik ngobrol dengan sopir di bawah. Katanya, dia juga sempat berkenalan dengan penata rambut bernama F yang mendatangi apartemen Retno. Kesannya, dia malah cari kesempatan pacaran.
Saat ini aku sedang menunggu kabar dari polisi. Aku amat berharap, pelakunya cepat tertangkap. Di setiap tidurku, Retno tidak pernah hadir. Aku tahu, dia tidak mau merepotkanku. Retno memang tidak pernah menyusahkan aku.
(Tamat)
Noverita K. Waldan
KOMENTAR