Maklum, rumah saudagar kaya, bangunan utama rumah itu amat luas dengan belasan kamar di luar bangunan utama hingga membentuk huruf U. Kamar-kamar itu terhubung dengan teras belakang yang begitu luas.
Bahkan, lanjut Nina, "Dulu ada sumur di tengah rumah. Bukan untuk mengambil air tapi untuk menyimpan harta benda si pemilik rumah. Jadi, emas berlian disimpan di dalam kaleng, lalu seluruh kalengnya dilapisi malam/lilin, baru dibenamkan di sumur. Begitulah orang kaya dulu menyimpan uang dan emas berlian. Maklum, belum ada bank."
Sampai di jakarta, keindahan rumah tua itu terus membayangi Nina. Ia lalu "merayu" suaminya agar mau menambah uang tabungannya untuk membeli rumah itu.
Baca Nasib
Dalam tempo setahun, rumah itu selesai didandani. Tapi bukannya ditinggali, Nina justru memfungsikannya sebagai penginapan, tempat pertemuan, serta hajatan. Ya, itu, tadi, Nina ingin menghidupkan kembali kejayaan Kampung Laweyan sebagai sentra industri batik sehingga menjadi daerah tujuan wisata.
"Saya harus bisa mendatangkan tamu dari Jakarta agar orang kembali mengenang Laweyan." Sejumlah tamu penting, sudah menginap di situ. Mantan Presiden Megawati, menteri, hingga para duta besar negara sahabat.
"Mereka keliling kampung belanja batik dengan menumpang becak. Saya ingin melihat Kampung Laweyan didatangi banyak turis yang belanja batik, karena dengan cara itu imbasnya akan turut menghidupkan perekonomian rakyat."
(Bersambung)
Rini Sulistyati
Foto-foto: Widi Nugroho
KOMENTAR