Kawin Bawah Tangan
Setelah beberpa kali melakukan perbuatan terlarang itu, Wiwit akhirnya menikahi saya di bawah tangan. Orangtua dan saudara saya tak ada yang tahu. Mereka hanya tahu, saya masih kerja padahal saya tinggal di rumah mertua. Bahkan, saat saya hamil pun, mereka tidak tahu menahu karena setiap pulang, saya selalu memakai daster. Makanya ibu saya, Rahayu, dan kakak saya, Ratna, tak tahu kalau saya hamil.
Anehnya, sejak tahu saya hamil, Wiwit malah kelihatan tak senang. Bahkan ia mengancam, kalau anak saya cacat, ia tak akan mengakui bayi itu sebagai anaknya. Saya seperti diteror! Padahal, hanya dengan dia saya melakukan hubungan suami-istri.
Selama tinggal di rumah mertua, saya rajin membantu ibu mertua jualan. Warung Ibu jadi laris. Masalahnya, Wiwit sangat cemburuan. Hanya gara-gara banyak lelaki yang membeli, Wiwit marah dan melarang saya ikut julan. Ya, sudah, saya menurut.
Setelah Cinta lahir, tabiat Wiwit tak berubah. Tak hanya ringan tangan ke saya, tapi juga ke Cinta. Menangis sedikit saja, buah hati kami itu langsung dicubit. Makanya Cinta selalu menangis kalau digendong ayahnya.
Gigi Tanggal
Bulan lalu, Wiwit mengajak saya pulang ke rumah mertua. Ya, maklum, adik ipar akan menikah. Saya diminta Wiwit membantu ibunya menyiapkan pesta. Karena Cinta masih berusia empat bulan, tentu saya ajak serta. Jumat (30/10) lalu, Cinta sempat muntah. Mungkin karena habis saya suapi pisang. Saya pun minta Wiwit menggendong Cinta karena ingin ganti baju bekas muntahan anak kami.
(Bersambung)
Sita Dewi
KOMENTAR