"Kasih saja uang itu ke mereka biar cepat pergi," bisik Lia ke ibunya. Sambil terus memeluk Lia, Wj bergegas menuju dapur, sementara ketiga pelaku terus membuntuti. Uang yang ditaruh di sela dinding bambu itu lalu diserahkan ke perampok.
Jadi "Tameng"
Selesaikah penderitaan Wj? Ternyata belum. Salah satu penjahat itu berujar, "Karena anaknya tidak bisa, emaknya saja yang kita garap!"
Tubuh Wj dan Lia semakin mengigil ketakutan namun tak kuasa berontak karena ketiganya tampak semakin liar. Hanya menangis yang bisa dilakukan ibu dan anak ini.
Seperti sudah saling berbagi tugas, salah satu dari penjahat itu memegangi leher dan pundak Wj agar tak meronta, pelaku lain mendekap tubuh Lia agar tak menjerit, dan seorang lainnya memperkosa Wj dari belakang.
Di tengah ketakutan dan kesakitan itu, kedua tangan Wj terus memeluk tubuh Lia yang juga didekap salah seorang pelaku. "Saya dan Lia berpelukan sambil terus menangis. Dalam hati, saya bergumam, daripada Lia menjadi mangsa penjahat biadab itu, lebih baik saya saja yang jadi korban," kisah Wj.
Karena khawatir kawanan perampok tersebut masuk lagi ke dalam kamar, Wj lalu bergegas ke ruang tamu, menutup tirai. Ternyata ketiga pelaku masih berada di teras rumah. "Ayo, mau ke mana kamu? Saya bunuh kalau teriak ke orang kampung!"
Masalah harta yang hilang, tak dipikirkan Wj. "Yang bikin saya sedih ..." katanya tanpa bisa meneruskan kalimatnya. Baru beberapa saat kemudian ia mampu bertutur. Ia merasa amat sedih karena perbuatan biadab itu dilakukan di depan buah hatinya. \
Perasaan sakit, malu, pedih, berkecamuk jadi satu. "Tak bisa dibayangkan, bagaimana lukanya hati anak saya ini ketika melihat ibunya diperlakukan seperti itu di depan matanya," ucapnya dengan nada getir.
(Bersambung)
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR