Hati Etty Rochyati (53) sungguh mulia. Ia mudah iba jika melihat nasib anak-anak yang kurang beruntung. Makanya, sejak dulu, warga perumahan KPAD Cibubur ini kerap mengangkat anak. "Biasanya Ibu menyekolahkan sampai sekolah kejuruan. Setelah dia mandiri, baru dilepas," kata Iskandar Zulkarnaen alias Ijul (28), anak sulung Etty.
Kebiasaan Etty mengangkat anak, mungkin karena sejak kecil ia menumpang di rumah pamannya di Jakarta. Sepanjang hidup, sudah empat anak dirawat dan dibiaya Etty. Salah satunya, Syid, yang diambil Etty dua tahun silam. "Sebenarnya, sih, enggak sengaja. Satu hari, waktu belanja di pasar, Ibu dibuntuti anak kecil. Umurnya 8 tahunan. Pakaiannya kumal. Ya, kayak anak gelandangan," kisah Ijul.
Etty tersentuh. Meski si anak tak mau menyebut namanya, toh, ia tetap merasa iba dan mengajak Syid ke rumahnya. "Yang kami tahu, dia anak korban tsunami dari Nias. Tapi bagaimana dia bisa sampai di Jakarta, enggak ada yang tahu. Oleh Ibu, anak itu dikasih nama Syid. Kami, anak-anaknya, sebetulnya keberatan tapi kata Ibu, buat teman di rumah kalau pas Ayah sedang kerja. Apalagi, sejak tahun 2001, kami kuliah di Bandung."
Tiba di rumah, Etty langsung memotong rambut gondrong Syid dan memberinya baju baru. "Ibu juga membawanya ke RSPAD untuk memeriksakan telinga Syid yang sakit." Selain itu, bocah ini juga didaftarkan di SDN 13, Bulaksareh, Cibubur, dan TPA Yayasan H. Sobirin. Syid diterima sebagai murid kelas 1 karena belum bisa baca-tulis. "Tiap hari, kegiatan Syid hanya sekolah dan mengaji. Pagi diantar Ayah ke TPA, sorenya dijemput di SDN 13. Ayah juga rajin mengajari Syid. Kebetulan, dia guru."
Merasa tidak sanggup mengawasi adik angkatnya, Ijul memulangkan Syid ke Jakarta. Di rumah, seperti biasa Syid lebih banyak diam. "Kalau dia main keluar, kelihatannya seperti yang baru lepas kandang gitu." Orangtuanya kerap dapat laporan, Syid sering menraktir teman-temannya kalau ia punya uang lebih.
Sita Dewi
KOMENTAR