"Kalau penonton bayaran itu kan, lebih gampang diatur dan nurut. Jadi mempermudah pekerjaan kru juga. Mereka juga lebih siap, karena sudah fasih dengan yel-yel, tepuk tangan dan gimmick-gimmick lainnya," lanjut Siswoyo.
Penonton memang menjadi unsur penting dari program televisi. Karena ketika penonton riuh dengan segala kehebohannya, saat itulah atmosfer meriah tercipta. "Apalagi untuk pertunjukan talent show, atmosfer penonton penting untuk kesuksesan program. Tepukan, sorakan, dan teriakan penonton di studio akan menyampaikan kegemuruhan ke pemirsa di rumah. Dan ketika pemirsa tertarik, maka dijamin, mereka tidak akan memindahkan tontonan ke stasiun teve lain," tutup Riska.
Membuntuti Tanpa Bayaran
Bagi penggemar fanatik para penyanyi atau grup musik yang sering disebut grupis, bayaran bukanlah masalah. Dengan sukarela mereka menggalang kekuatan untuk ramai-ramai mendukung idola yang sedang mengadakan pertunjukan. Kehadiran mereka selalu bisa dideteksi dari ciri khas dandanan dan atribut khas sang idola.
Sebutan untuk para grupis ini berbeda satu sama lain. Contohnya, penggemar D'Masiv menyebut diri mereka dengan D'Masiver, Slank dengan Slankers, Gigi dengan Gigi Kita, RAN dengan RANERS, Alexa dengan Alexis, Nidji dengan Nidjiholic, Ungu dengan Clickers, Vidi Aldiano dengan Vidies, Afgan dengan Afganisme, dan banyak lagi. Bagi para grupis ini, berada di dekat sang idola adalah yang hal terpenting dalam hidup mereka. Tak heran, mereka rela menghalalkan berbagai cara, termasuk membuntuti sang idola kemanapun ia tampil. Kalau sudah begitu, tak dibayar pun, tak masalah!
Untuk Seru-Seruan
Eka Reza Saputra (18) adalah salah satu penonton bayaran. Demi profesi yang digelutinya sejak 2007 ini Eka rela meninggalkan pekerjaan awalnya membantu usaha ayahnya. "Tadinya saya iseng menonton sebuah program musik sebagai penonton biasa. Setelah acara selesai, seorang agen menawarkan saya untuk menjadi penonton tetap di program-program teve lain. Katanya gaya saya asyik dan berbeda dari yang lain," cerita Eka riang.
Di penampilan perdana Eka hanya diupah Rp 30 RIBU per program setiap hari. Namun, setelah satu setengah tahun menekuni profesi ini, Eka bisa dipercaya "bergaya" untuk 4 acara. "Yah, lumayanlah, rata-rata per hari bisa bawa pulang uang sampai Rp 80.000," kata Eka. Hasil bersih itu setelah dipotongan Rp 5 ribu-Rp 15 ribu untuk si agen. Potongan tidak pernah memberatkan Eka. "Yah, itu kan, untuk jerih payah agen juga," ujar Eka yang kini juga kerap menjadi figuran sinetron.
Eka menganggap pekerjaan sebagai penonton bayaran hanya untuk "seru-seruan" saja. Lantaran secara fee belum bisa diandalkan, paling hanya untuk jajan saja. "Pekerjaan kayak begini, kan, umurnya enggak lama. Uangnya habis begitu saja. Untuk menjadi mata pencaharian, enggak lah. Nanti saya akan kembali kerja dengan ayah saya saja. Tapi kalau sedang bosan, sesekali saya kembali jadi penonton bayaran" ujarnya
Lain Eka, lain pula cerita Noviyanti. Gadis berusia 19 tahun asal Depok ini sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai Sales Promotion Girl (SPG). Novi menjadi penonton bayaran jika ada waktu senggang. Setiap tampil Novi mendapat bayaran Rp 15 ribu di luar fasilitas makan siang dan transpor.
Namun bukan honor itu yang penting buat Novi. Melainkan bisa tampil di teve dan memperluas pergaulan. "Kerja jadi penonton (bayaran) capek, loh. Apalagi syutingnya kadang sampai pagi. Kalau enggak enjoy, bisa bosan," ungkap Novi.
Yetta Angelina
KOMENTAR