Sejak berpisah, katanya, Lukas Liliek berusaha merebut anak-anak darinya. "Dari 15 Agustus lalu, ia mengambil paksa di sekolah sampai akhirnya diserahkan ke PA. Saya pernah ingin menjemput anak-anak di sekolah tapi sempat dipukuli orang suruhan Lukas. Anak-anak mengaku terpaksa menurut karena takut pada ayahnya dan preman-preman yang disuruh menjaga mereka," kata Martina.
Ditanya soal penganiyaan terhadap Imanuel dan Rafael, Martina sempat terdiam. Sejurus kemudian, ia baru menjawab, "Saya sayang mereka! Saya membesarkan mereka dengan kasih sayang. Namanya juga orangtua, marah pada anak pasti wajar, kan? Kalau memang anak-anak itu mengatakan yang sebaliknya pada Seto, kenapa saya tidak dikonfirmasi? Dia, kan, tahu nomor ponsel saya dan pengacara saya. Kenapa malah menculik anak saya?"
Ia juga tak habis pikir, pertemuan dengan anak-anaknya 16 Februari lalu di Komnas PA dibatalkan dengan alasan anak trauma pada ibunya sehingga kejang-kejang dan muntah. "Seminggu setelah pulang ke rumah, saya merekam kemesraan saya dengan anak-anak. Jadi, bagaimana bisa mereka trauma? Malah, waktu saya ajak nonton, mereka enggak mau karena takut sama papanya."
Selama anak-anak dititipkan ke Komnas PA, ia hanya bisa melihat mereka dari jauh. Mengirim makanan pun tidak diperkenankan, sementara keluarga Lukas bebas kirim makanan dan menelepon. Ketika akhirnya bisa bertemu Imanuel dan Rafael di kantor Komnas PA, Martina mengaku sedih karena badan mereka bau dan sakit.
Martina juga langsung mengirim uang ketika Roostien bilang perlu biaya untuk anak-anak. "Ibu mana yang tidak akan langsung mengirim uang? Total yang saya kirim Rp 20,5 juta," tutur Martina. Maka ia pun panik ketika dikabari anak-anak mau dibawa Roostien ke Semarang atas permintaan Lukas dan pengacaranya. "Padahal mereka dititipkan ke Komnas PA dalam rangka akan diserahkan ke saya, tapi PA selalu mengulur-ulur waktu penyerahan."
Lantaran tak kunjung diserahkan, Pramudya, pengacara Martina, mengancam Roostien. Ia akan membongkar soal uang yang diminta itu jika anak tak juga diserahkan. "Barulah anak-anak diserahkan ke Martina." Celakanya, setelah delapan bulan tinggal bersama Martina, 28 Agustus lalu Imanuel dan Rafael menghilang.
"Kami tak percaya merak melarikan diri dengan taksi. Sebab, rumah Martina berada di jalan buntu yang dijaga satpam. Untuk naik taksi harus pesan dulu karena jauh dari jalan raya. Lagipula, satpam bilang tidak ada taksi yang masuk ke situ saat itu. Kalaupun naik taksi, apa muat bagasinya menampung dua sepeda?" tegas Pramudya.
Kejanggalan lain, katanya, "Dari mana uang untuk bayar taksi? Kalau Seto bilang mereka dibantu masyarakat, warga sekitar mengaku tidak membantu. Dan mengapa harus ke Polres Jakarta Barat yang jauh, bukan ke pospol yang ada di dekat situ?" tukas Pramudya. Martina mengira Lukas yang menculik anaknya. "Ia justru marah-marah dituduh menculik," jelas Martina yang esoknya baru lapor ke polisi.
Belakangan, polisi justru menuduh Martina merekayasa laporan itu. Martina juga baru tahu kemudian bahwa tiga hari sebelum anak-anak hilang, Roostien sudah melapor ke polisi mengenai tindak KDRT yang dilakukan Martina. Dari situlah, Martina yakin, Setolah penculik anak-anaknya. Ketika ditanya kenapa Seto mau melakukan hal itu, "Ya karena ada order lah," tukas Pramudya.
Jika Seto menuduh Martina melakukan KDRT, kata pengacara ini, "Buktikan!" tantang Pramudya yang akhirnya melaporkan kasus penculikan itu ke Polda Metro Jaya. Ia menilai perbuatan Seto melawan hukum, tak punya wewenang dan kapasitas untuk mengurusi rumah tangga orang lain.
"Padahal, dulu waktu pertama kali kami ketemu, katanya kasus ini kurang nasional, jadi akan dilimpahkan ke Komnas Daerah," tandas Pramudya yang menantang Seto untuk berhadapan langsung di depan publik agar ketahuan siapa yang menipu publik.
Tambah pelik, kan?
Hasuna
KOMENTAR