"Aku bilang pada papa, nanti kalau ada yang datang, untuk melamar, orangnya baik, tolong diterima . Sampai aku hampir selesai S2 pun, papaku belum juga menerima lelaki yang melamarku. Mereka yang datang, selalu papa tolak. Tolak lagi, tolak lagi. Ada rasa kesal, marah, kecewa dan protes di dadaku saat itu. Kenapa menerima seorang lelaki sesulit itu sih," ungkap Oki pada tabloidnova.com di rumahnya.
Mungkin, kalau dahulu, dalam usia muda, Oki berpikiran, ingin menikah, hanya punya asumsi.
Namun, seiring perjalanan waktu, Oki tumbuh dewasa, juga berpikir, pernikahan itu bukan sekadar perkara ada yang disayang dan menemani dirinya.
Menikah itu, lanjut Oki sebuah pertanggungjawaban yang sangat besar di mata Allah. "Sudahkah, aku mengerti tugas sebagai istri. Di dalam Islam tugas seorang istri melayani suami dan mendidik anak-anaknya. Di dalam Islam, seorang laki-laki tidak harus kaya raya, dia pekerja keras untuk ibadah kepada keluarga, anak, dan istrinya," ujar Oki.
Akhirnya Oki mengerti hakikat pernikahan. Meski sebelumnya ia banyak baca buku-buku yang berhubungan dengan arti pernikahan. Oki menyadari belum mempraktekkannya. Yang tadinya Oki menggebu-gebu untuk menikah muda. Karena papanya selalu menolak terus, akhirnya Oki berpikir, "Sensor pertama ada di papaku. Kalau papaku oke, ya, kami jalankan," ceritanya.
Nizar/Tabloidnova.com
KOMENTAR