Oleh karena rentang waktu menunggu audisi sangat panjang, Sandrina pun kelelahan, begitu pula dengan kedua orangtuanya. Menunggu lama tapi waktu audisi tak kunjung datang. Namun Sandrina tak kehilangan semangat. "Papa dan Mama juga tetap memberi aku semangat, meski kami sudah kelelahan luar biasa. Saat audisi, aku hanya menari, menari, dan menari. Setelah itu, kata kakak-kakak di Trans TV, 'Nanti dikabari lagi, ya'. Setelah menunggu, eh, nama aku ada di internet. Oh, aku senang banget."
Sejak saat itu, garis tangan Sandrina pun seolah berubah drastis. Kini namanya mulai dikenal publik. Padahal, Sandrina hanya berasal dari keluarga menengah saja. Mamanya ibu rumah tangga, sedangkan sang papa bekerja sebagai karyawan sebuah bank BUMN.
Gerakan lincah sudah ditunjukkan Sandrina sejak ia berusia 7 tahun. Sandrina selalu aktif bergerak-gerak, tak bisa diam. Karena itu, orang tuanya berinisiatif "menjebloskan" sang buah hati ke sebuah sanggar tari. "Mungkin Mama kewalahan melihat aku yang suka jungkir balik di tempat tidur sewaktu aku kecil. Jadi biar gerakan badanku tersalurkan, Mama masukkan aku ke sanggar tari. Lama-lama aku memang tertarik pada dunia tari," cerita Sandrina.
Sukses Homeschooling
Aktif di sanggar, Sandrina mulai menengok keahlian beberapa seniornya di dunia tari, seperti Didi Nini Thowok dan Inul Daratista. Berkaca dari dua sosok ini, Sandrina mengaku sangat ingin mengembangkan sayapnya untuk menari hingga ke seluruh dunia. "Cita-citaku memang ingin jadi penari profesional, go international. Jika sudah kuliah, aku ingin mengambil jurusan seni tari."
Sebelum IMB 3, Sandrina lebih banyak berkutat di tari Jaipong, namun kini ia lebih fleksibel mempelajari banyak tarian lain. "Dulu aku tak bisa menari Reog Ponorogo, Saman dari Aceh itu, tarian Dayak, atau tarian Solo. Tapi setelah diberi pelajaran di IMB, aku bisa membawakan jenis tarian itu walau cuma butuh waktu dua hari untuk mempelajarinya. Biasanya di IMB diberi materi tarian mendadak, kalau enggak hari Kamis, ya, Jumat. Sabtu sudah tampil. Sementara di hari Senin, Selasa, dan Rabu aku homeschooling," cerita Sandrina yang juga sukses merampungkan jenjang SD-nya selama mengikuti masa karantina IMB 3.
"Aku memang tak masuk sekolah selama di karantina. Tapi homeschooling bisa membatu aku tetap bisa mengikuti pelajaran sekolah dan ujian. Ketika ulangan harian, aku tak datang ke sekolah di Bogor. Tapi materi soal-soal ulangan harian aku kerjakan di tempat karantina. Nah, begitu ujian nasional, aku datang ke sekolahan. Alhamdulillah, aku bisa mengerjakan soal-soal ujiannya."
M. NIZAR
KOMENTAR