Pekan lalu, di ajang grand final IMB 3 Sandrina resmi mengukuhkan diri sebagai juara setelah sukses menyingkirkan pelukis pasir, Vina Candrawati, dengan rentang perbedaan perolehan voting cukup besar. Dari hasil polling SMS, Sandrina meraih 66,74 persen suara, sementara Vina hanya memperoleh 33,26 persen suara.
Saat didapuk sebagai pemenang, Sandrina mengaku tak percaya. "Dari awal, ketika aku mengikuti audisi IMB ini, tak percaya kalau bakal menang seperti sekarang. Aku pernah ikut audisi IMB 1, tidak lolos. IMB 2, aku tidak ikut lantaran tak tahu kapan waktunya. Nah, yang ketiga ini aku ikut, karena ada iklanya di Trans TV," ungkap anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Meski tak percaya, namun rona bahagia terlihat jelas di wajahnya. Maklum saja, selain titel juara IMB 3, Sandrina juga berhak membawa pulang sejumlah hadiah. Uang tunai sebesar Rp150 juta plus satu unit mobil mewah, ditambah uang Rp50 juta dari sponsor yang turut mendukung IMB 3.
Apa yang akan dilakukan Sandrina dengan uang sebesar itu? "Secara simbolis aku sudah menerimanya. Uang itu nantinya aku tabung dan aku juga ingin memberikan sebagian rezeki itu ke anak-anak yatim," ujarnya bijak.
Didukung Gubernur
Saat malam final berlangsung Minggu (12/5), Sandrina memang tampil memukau. Saat tampil berkolaborasi dengan Satriyo Ayodya Dancer, Sandrina membawakan tarian berjudul Lintas Nusa. Gerakannya yang luwes terbukti mampu menghipnotis penonton yang hadir di studio Trans TV.
Tak sampai di situ saja, Sandrina kemudian tampil sepanggung bersama penari legendaris, Didi Nini Thowok yang jenaka. Namun di balik luwesnya gerakan tarian Sandrina, malam itu ia mengaku dilanda rasa gugup yang luar biasa, tak seperti biasanya.
"Di final itu, saat aku menari hatiku deg-degan. Tidak tahu kenapa, degdegan saja," kata Sandrina yang mengaku saat itu sangat takut kalah dari Vina. "Sebelum kami tampil malam itu, dalam banyak kesempatan, aku dan Kak Vina selalu bilang, siapa pun nanti pemenangnya, kami bertiga dengan Ardy Dwiki, sudah jadi pemenangnya. Tapi di final itu aku memang degdegan. Begitu aku dikatakan menang, Kak Vina bilang, 'Kamu bagus Sandrina. Kamu hebat. Kita di sini tak boleh sombong'," kenang Sandrina.
Selain dukungan dari sang rival, Vina Candrawati, Sandrina menuai banyak support dari banyak pihak. Guru-guru, teman sekolah, dan orang-orang di perumahan tempat Sandrina dan orangtuanya bermukim pun banyak yang mengirim SMS untuknya. "Termasuk Pak Gubenur Jawa Barat. Sewaktu aku punya kesempatan tampil di depan Pemprov Jabar dan ada Pak Gubernur, aku langsung bilang ke beliau, 'Tolong didukung, ya, Pak'. Aku juga sempat memberitahu cara mendukungnya. Ha ha ha," ujar Sandrina.
Lelah Menunggu
Kendati sudah sukses menyabet gelar juara IMB 3, Sandrina mengaku tak akan pernah lupa hari di mana ia harus mengikuti audisi IMB 3. Menurut Sandrina, ketika ia ingin mengikuti audisi IMB 3, sejak pukul 03.00 dini hari, ia sudah memakai make up dari rumahnya. Lantas, jam 05.00 pagi, Sandrina menumpang kereta api jurusan Bogor-Jakarta ditemani kedua orangtuanya. "Tahunya, aku diaudisi jam 16.00. Wah, make up sudah luntur, aku keringatan," kata Sandrina.
Oleh karena rentang waktu menunggu audisi sangat panjang, Sandrina pun kelelahan, begitu pula dengan kedua orangtuanya. Menunggu lama tapi waktu audisi tak kunjung datang. Namun Sandrina tak kehilangan semangat. "Papa dan Mama juga tetap memberi aku semangat, meski kami sudah kelelahan luar biasa. Saat audisi, aku hanya menari, menari, dan menari. Setelah itu, kata kakak-kakak di Trans TV, 'Nanti dikabari lagi, ya'. Setelah menunggu, eh, nama aku ada di internet. Oh, aku senang banget."
Sejak saat itu, garis tangan Sandrina pun seolah berubah drastis. Kini namanya mulai dikenal publik. Padahal, Sandrina hanya berasal dari keluarga menengah saja. Mamanya ibu rumah tangga, sedangkan sang papa bekerja sebagai karyawan sebuah bank BUMN.
Gerakan lincah sudah ditunjukkan Sandrina sejak ia berusia 7 tahun. Sandrina selalu aktif bergerak-gerak, tak bisa diam. Karena itu, orang tuanya berinisiatif "menjebloskan" sang buah hati ke sebuah sanggar tari. "Mungkin Mama kewalahan melihat aku yang suka jungkir balik di tempat tidur sewaktu aku kecil. Jadi biar gerakan badanku tersalurkan, Mama masukkan aku ke sanggar tari. Lama-lama aku memang tertarik pada dunia tari," cerita Sandrina.
Sukses Homeschooling
Aktif di sanggar, Sandrina mulai menengok keahlian beberapa seniornya di dunia tari, seperti Didi Nini Thowok dan Inul Daratista. Berkaca dari dua sosok ini, Sandrina mengaku sangat ingin mengembangkan sayapnya untuk menari hingga ke seluruh dunia. "Cita-citaku memang ingin jadi penari profesional, go international. Jika sudah kuliah, aku ingin mengambil jurusan seni tari."
Sebelum IMB 3, Sandrina lebih banyak berkutat di tari Jaipong, namun kini ia lebih fleksibel mempelajari banyak tarian lain. "Dulu aku tak bisa menari Reog Ponorogo, Saman dari Aceh itu, tarian Dayak, atau tarian Solo. Tapi setelah diberi pelajaran di IMB, aku bisa membawakan jenis tarian itu walau cuma butuh waktu dua hari untuk mempelajarinya. Biasanya di IMB diberi materi tarian mendadak, kalau enggak hari Kamis, ya, Jumat. Sabtu sudah tampil. Sementara di hari Senin, Selasa, dan Rabu aku homeschooling," cerita Sandrina yang juga sukses merampungkan jenjang SD-nya selama mengikuti masa karantina IMB 3.
"Aku memang tak masuk sekolah selama di karantina. Tapi homeschooling bisa membatu aku tetap bisa mengikuti pelajaran sekolah dan ujian. Ketika ulangan harian, aku tak datang ke sekolah di Bogor. Tapi materi soal-soal ulangan harian aku kerjakan di tempat karantina. Nah, begitu ujian nasional, aku datang ke sekolahan. Alhamdulillah, aku bisa mengerjakan soal-soal ujiannya."
M. NIZAR
KOMENTAR