Perempuan kelahiran Makassar, 6 Agustus 1969 ini sukses memberdayakan istri nelayan di kawasan Desa Patingaloang, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, Sulawesi Selatan. Dialah, Nuraeni, pendiri koperasi Fatimah Az-Zahra yang dikenal produktif membuat hasil olahan laut bermutu. Salah satunya, abon ikan tuna. Tak cuma menjadi oleh-oleh khas Makassar, tapi juga dipasarkan hingga mancanegara. Selain giat berbisnis, lulusan Fisipol Universitas Hasanuddin (Unhas) ini masih punya waktu berkeliling daerah memberikan motivasi. Ia juga aktif menjadi para legal dan mendirikan sekolah perempuan pesisir. Simak perjuangan ibu tiga anak ini jatuh bangun merintis usaha hingga sukses.
Saya lahir dalam keluarga sederhana di Makassar, kemudian pindah ke Bone saat duduk di bangku SMP hingga SMA, mengikuti orangtua yang berlatar belakang pegawai negeri sipil. Sebenarnya, saya diminta selalu dekat dengan keluarga, tapi karena tidak bisa diam, lulus SMA saya mengutarakan niat untuk melanjutkan kuliah di Makassar.
Awalnya orangtua tidak setuju mengingat biaya yang akan dikeluarkan tentulah besar. Saya ditantang, apabila bisa masuk ke Unhas yang biayanya tidak terlalu besar, saya mendapat lampu hijau. Alhamdulillah, saya diterima di Jurusan Ilmu Politik Unhas. Saya lulus tahun 1992.
Setelah lulus kuliah, saya dipinang oleh Rusdi Ambo yang bekerja di BUMN Asuransi. Kami kemudian tinggal di kawasan Desa Patingaloang, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Kehidupan rumah tangga kami berjalan normal, saya menjalankan tugas sama seperti ibu rumah tangga lainnya. Kami dikaruniai tiga anak laki-laki yang sehat. Suami aktif di kampung dan dipercaya sebagai Ketua RW. Jadi saya terbiasa didatangi warga yang minta bantuan ataupun konsultasi.
Syok dan Depresi
Kehidupan itu saya jalani dan benar-benar saya nikmati, sampai musibah menghampiri. Tepatnya tahun 2004, suami mendapat serangan jantung dan tak bisa diselamatkan. Allah berkehendak lain. Suami pun meninggalkan saya dan tiga anak kami yang masih kecil-kecil. Yang paling besar baru SD sedangkan si bungsu masih berusia 4 tahun.
Saya syok dan tak siap menghadapi kondisi tersebut, kehilangan pasangan hidup, kepala keluarga dan pencari nafkah. Saya baru menyadari, selama ini terlalu lama berada di zona nyaman dan tidak menggali potensi yang ada dalam diri saya. Bagaimana kelangsungan hidup kami? Saya pun berpikir keras, mau bekerja tapi umur sudah lewat, mau wirausaha modal tidak punya.
Saya benar-benar takut menghadapi hidup saat itu. Anak-anak masih kecil, mereka tidak mengenal kata tidak ada. Saya berada di titik terendah dalam hidup. Saya berada di ambang keputusasaan, sempat terpikir, saya bunuh saja anak-anak dan saya bunuh diri, selesai.
Saya benar-benar tidak siap dengan kondisi ini. Selama hampir satu tahun, saya terpuruk dan depresi. Disuruh menyusun angka 1 hingga 10 saja mungkin saya tidak bisa. Saya sangat sensitif, lalu menghilang dari teman-teman dan semua orang.
Untungnya, setelah melihat anak-anak dan memikirkan masa depan mereka, saya mulai sadar. Saya enggak boleh terus terpuruk. Saya tidak ingin anak-anak jadi pengemis dan terlunta-lunta. Sebagai ibu, saya harus membimbing mereka. Saya harus bangkit lagi dan membangun kepercayaan diri. Ini mungkin skenario indah yang digariskan Allah.
Mulai Bangkit
Saya pun menyadari bahwa perempuan itu bisa kuat. Untungnya saya memiliki hobi memasak, bermodal resep, termasuk resep dari Tabloid NOVA yang saya kliping dan jadikan referensi. Dengan memasak saya pun mencoba bangkit. Saya membangun kembali hubungan dengan teman-teman yang sebelumnya pernah saya hindari. Tak lama, ada teman yang memberi masukan supaya saya ikut pelatihan untuk menambah keterampilan. Saya pikir bukan ide yang buruk. Saya pun ikut pelatihan mengolah abon ikan yang diadakan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR