Dunia entertainment, khususnya komedi, akhirnya menjadi pilihan Mongol. "Awalnya sekadar iseng, tapi kini saya kerjakan secara profesional," cetus Mongol.
Sebelum kerap tampil di Metro TV, Mongol pernah menjadi panitia ulang tahun seorang teman di sebuah café di kawasan Kemang. Meski saat itu hanya bertugas menjaga keamanan, Mongol tiba-tiba dimintai contekan lawakan untuk dibawakan di atas panggung. Ternyata, sambutan penonton cukup meriah.
"Kalau dalam istilah lawak, pecah. Mereka tepuk tangan, ramai. Empat kali tampil di sana, akhirnya ada yang mengajak saya tampil di Metro TV, sampai sekarang."
Perjuangan hidup Mongol pun sungguh berat. Ibunya meninggal di usianya yang masih balita, ayahnya yang keturunan Cina Mongolia tak lama lantas menyusul sang bunda. Mongol pun hidup dengan sang Oma.
Hingga memutuskan hijrah ke Jakarta, Mongol selalu berjuang bertahan hidup seorang diri, bahkan pernah ingin merintis profesi sebagai pendeta, sambil terus bekerja serabutan. "Jadilah saya bekerja di rumah makan Padang, tapi cuma bertahan enam bulan. Lumayan bisa menyambung hidup," kenang Mongol.
Kini, Mongol tetap menjalani profesinya sebagai komedian, sambil menjadi penginjil seperti yang diinginkannya sejak lama. Lawakan Mongol di layar kaca pun dinilai fresh, meski kerap menyinggung soal agama dengan kemasan komedi.
Ical, Nizar
KOMENTAR