Letto tak menawarkan sesuatu yang berlebihan di album terbaru ini. Mereka tetap setia pada pakem full instrumen. "Itu sih sudah menjadi trade mark kami,"tambah Patub. Maklum saja, sejak awal berdiri Letto langsung menawarkan hal itu pada pendengarnya. "Kami menjual lagu dan musik,"sambung Dhedot, sang drummer.
Yang paling menarik, lanjut Dhedot, proses pembuatan album ke-4 ini berbarengan dengan terjadinya bencana erupsi gunung Merapi di Yogyakarta. "Campur aduk rasanya perasaan kami. Antara rasa prihatin, berbaur dengan masyarakat ikut membantu evakuasi tapi proses album tetap jalan, Justru erupsi Merapi menambah kekayaan bathin kami dalam berkarya,"tambah Sabrang.
Yang tak terlupakan, lanjut Arian,"Karena kita asyik di dalam studio terus seharian, begitu buka pintu untuk keluar, ternyata hujan abu cukup tebal."
Ada yang berbeda pada album Cinta Bersabarlah ini. Jika selama ini Letto selalu mempersembahkan lagu dengan komposisi lirik bahasa Inggris, kali ini tidak. Tahun 2005 Letto mengeluarkan Truth, Cry and Lie, tahun 2007 Don't Make Me Sad dan Lethologica 2009.
"Kebiasaan ini bukan disengaja oleh Letto misalnya untuk sekadar sok-sokan dengan alasan untuk modal 'go internasional'. Namun ini murni karena kebutuhan akan keutuhan keseluruhan presentasi pada album,"tegas Noe Sabrang lagi.
Erni
KOMENTAR