Bukan kemauan saya, Dadang Nico Dharsono, dan istri saya, Ivonne Grace, sampai putri bungsu kami, Gadis, diasuh kakak saya, Poppy Dharsono, sejak masih bayi. Ibu saya, Siti Sumiyartini, yang membujuk kami agar saya mengizinkan Gadis menginap di rumah Poppy.
Selain Ibu, Poppy juga yang berulang kali meminta agar Gadis tinggal bersamanya. Namun, saya selalu mengelak dengan berbagai alasan. Akhirnya, pada pertemuan di rumah orangtua kami tahun 1997, di Perumahan Persada Kemala Bekasi, Poppy kembali mengutarakan niatnya berpartisipasi merawat Gadis. Saya bilang, tidak mau kalau Poppy mengadopsi Gadis. Jika hanya menginap seminggu, boleh saja. Saat itu, Poppy bilang, "Oke, enggak masalah. Kapan mulai menginap?"
Sesuai kesepakatan, Gadis kami antar ke rumah Poppy, 22 November 1997. Ketika itu Poppy sedang di Jepang. Seminggu kemudian, kami datang lagi dengan niat menjemput Gadis sesuai kesepakatan. Namun, Poppy menolak dengan alasan Gadis sedang flu. "Jemput hari Rabu saja, biar sembuh dulu," katanya. Rabu didatangi lagi, lagi-lagi Poppy menunda. "Nanti saja. Tanggung, Senin." Ketika kami mau jemput pada hari Senin, Poppy kembali menolak. "Nanti dulu saja, Dang." Saya pun mengalah.
Beberapa minggu kemudian, Poppy mengabarkan, Gadis terserang penyakit TBC dan harus diberi obat secara rutin oleh dokter dari RS Pondok Indah. Tentu saja saya tidak percaya. Dua minggu kemudian, saya berinisiatif membawa Gadis ke RS Medistra. Hasilnya, Gadis dinyatakan hanya mengidap alergi debu karpet dan sirkulasi udara. Oleh sebab itu, tidak perlu minum obat TBC.
Sejak kejadian itu, Poppy tidak pernah lagi kompromi dengan kami tentang pengobatan Gadis, tapi selalu keberatan kalau kami ingin menjemput Gadis. Ibu saya juga tetap mendukung agar Gadis tetap tinggal bersama Poppy. Bahkan, ketika kami minta tolong kakak saya, Johan Astrohari, agar Gadis bisa bersama kami, setidaknya dua hari dalam sepekan, tidak ada tanggapan hingga saat ini.
Tumpak
KOMENTAR