"Biasanya pakai supir, tapi hari itu supir enggak masuk. Jadi, pulang syuting, aku nyetir sendiri." Tak dinyana, Dinda yang kelelahan tiba-tiba merasa blank dan mendapati dirinya telah mengalami kecelakaan. "Aku enggak ingat persis, apakah waktu itu ngantuk atau cuma kecapekan. Yang jelas, sepersekian detik aku blank, enggak ingat apa-apa," ujar Dinda yang kala itu memang lalai memakai sabuk pengaman.
Sesaat setelah kecelakaan, Dinda merasakan sakit luar biasa di wajah kanannya. Terutama di bagian mata. "Muka rasanya seperti terbakar. Panas banget. Yang parah mata kanan. Darah mengalir terus sementara dari hidungku juga keluar cairan seperti ingus. Terus-terusan enggak mau berhenti." Herannya, meski dalam keadaan luka parah, Dinda masih sempat memikirkan siapa yang akan dihubunginya. "Waktu itu aku sudah enggak bisa menelepon sendiri, jadi minta tolong orang yang nolongin untuk menghubungi temanku." Ia memang sengaja tak langsung mengontak orangtuanya karena tak ingin membuat mereka khawatir. "Kasihan Mama, sudah tua. Takutnya malah panik. Apalagi waktu itu Papa sedang enggak ada di Jakarta."
Oleh teman-temannya, Dinda dilarikan ke Jakarta Eye Center (JEC). "Soalnya, yang paling parah memang mataku," kisah Dinda yang harus dirawat di rumah sakit selama seminggu. "Tiga hari pertama, enggak bisa lihat sama sekali. Penglihatanku menurun drastis. Yang kanan tinggal 20 persen. Hopeless dan takut banget jadi buta," kisah Dinda sambil merinci luka parah yang menimpa mata kanannya. "Kelopak mata luka, retina tergores berat. Bola mataku perdarahan."
Anastasia
KOMENTAR