"Walaupun terbelakang, tapi Zali disukai orang kampung, Ke mana pun dia pergi, semua orang sekampung mengenalnya. Orangnya lucu," tutur Aisyah, ibunda Zali. Anak ke 8 dari 13 bersaudara ini sesekali berceloteh dengan Bahasa Belitung menimpali jawaban sang ibu. Tak banyak kata-kata yang keluar dari ucapannya, namun wajahnya terlihat bersahabat dan selalu menebar senyum.
Achmad Pajeri (Mahar)
TEMAN DISKUSI USAI TSUNAMI
Dalam LP, Achmad Pajeri diubah menjadi sosok Mahar, bocah cerdas yang kental jiwa seninya. Kini Achmad menjadi guru Akutansi di SMAN 2 Tanjung Pandan. Sudah lama Achmad tahu, Andrea akan menulis novel. "Dia sangat terinspirasi pada tsunami. Usai menjadi relawan di Aceh, Andrea sempat bilang, ia akan mengangkat cerita masa kecil kami," ungkap Achmad.
Sejak itu, dua sabahat ini selalu terlibat diskusi soal isi novel. "Saya lebih banyak diminta pertimbangan menentukan tokoh-tokoh siapa menjadi siapa," kata Ahmad yang mengaku menjadi orang pertama yang diberi novel oleh Andrea. Ia memandang novel dan film LP yang kini menangguk sukses, menginspirasi banyak orang dan menjadi suri tauladan bagi guru-guru di Indonesia.
Sebagai guru, kata Achmad, ia banyak memetik pelajaran dari Bu Mus. "Bu Mus mampu membuat anak-anak memiliki kesadaran kedisiplinan sendiri. Terus terang, saya banyak mengambil metoda pendekatan ke murid seperti sistem yang dipakai Bu Mus ketika mengajar kami dulu. Dia juga selalu mengajak kami agar saling menghargai dan menghormati."
Hartatik (Sahara)
LUPA MASA KECIL
Diantara 11 orang cowok, ada seorang perempuan yang tergabung dalam LP. Cewek yang digambarkan bernama Sahara sebenarnya bernama Hartatik. Kini Hartatik telah menjadi istri kapten kapal dan memiliki 3 orang anak. "Saya kagum pada Andis. Dia masih ingat betul masa kecilnya. Kalau saya, sih, hanya sebagian saja yang ingat," ungkap ibu dari Wulandari, Irvan Sholihin dan Nurhidayah ini.
Hingga kini Hartatik belum pernah membaca novel maupun menonton filmnya. Dia akan menunggu film tersebut diputar di Gantung. "Kabarnya akan diputar di sini. Makanya lapangan di depan itu sudah di potong rumputnya," jelas Tatik yang dulu sering dipanggil Atet atau Butet oleh Andrea.
Sehari-hari, Hartatik mengasuh anak dan menjaga toko kelontong miliknya. Sukses LP membuatnya punya harapan. "Mudah-mudahan bermanfaat untuk masyarakat Belitung. "Saya pikir wajar kalau Andis mengangkat Ibu Mus sebagai inspirasi bukunya. Karena Ibu Mus memang guru yang layak ditauladani," tambah Tatik
Erni, Yetta
Foto : Erni, Yetta
KOMENTAR