Sebetulnya, imbuhnya, berapa pun penghasilan seseorang terutama bagi yang tinggal di Jakarta seperti dirinya, bisa berinvestasi, menyesuaikan besarnya penghasilan. Ia menyadari, makin besar penghasilan seseorang, makin naik pula standar hidupnya. Ia sendiri, meski sebetulnya bisa melakukan hal itu dan bisa menikmati steak yang jadi kegemarannya kapan pun, memilih untuk menurunkan standar hidupnya demi bisa berinvestasi.
“Enggak sampai enggak bisa makan, sih. Hanya saja, daripada makan mahal, mending saya makan di foodcourt, misalnya. Kebetulan, saya juga bukan orang yang gemar beli baju atau barang konsumtif lainnya. Banyak orang Jakarta yang gengsinya tinggi, sehingga biaya hidupnya juga mahal. Kalau mau menurunkan standar hidup, pasti mereka bisa berinvestasi,” paparnya. Dulu, ia pernah ditertawakan suami ketika berinvestasi hanya Rp500.000 per bulan. “Lebih baik begitu daripada nanti start-nya keburu kami tua. Sekarang dia malah mendukung.”
Miliki Mental Kaya
Psikolog ternama ibukota, Roslina Verauli tak ingin ketinggalan untuk berinvestasi. Bahkan, Vera panggilan akrab ibu dua anak ini menelurkan buku yang berjudul Discovering Your Black Box, Menuju Kaya dengan Pendekatan Psikologi. Secara gamblang, Vera menuliskan properti sebagai pilihan investasi yang dilakukannya. “Saya memang secara pribadi lebih terpikat berinvestasi dalam bentuk properti karena ada banyak keuntungan yang didapatkan,” tulisnya.
Satu hal yang diyakini oleh Vera bahwa setiap investasi tidak ada yang instan. “Tidak pernah ada uang yang jatuh dari langit seperti hujan, semuanya membutuhkan proses dan usaha,” sahut Vera yang memiliki klinik konsultasi premium di kawasan Sudirman.
Terbukti investasi properti yang dilakukan oleh Vera memang membuahkan hasil. “Investasi dalam bentuk properti yang saya pilih tidak hanya mendatangkan uang sewa senilai 10% saat harga beli pertama kali, tetapi saya juga memperoleh keuntungan berupa kenaikan nilai aset properti itu sendiri setidaknya 25% hingga 30% pertahun,” ungkapnya.
Ditambahkan Vera, saat membeli properti ekstra selain rumah tinggal di tahun pertama pernikahannya, ia tidak pernah membayangkan akan mampu membeli lebih banyak properti. Hasilnya, kini ia bahkan dalam setiap tahun rata-rata berinvestasi untuk setiap properti ekstra. “Di tahun pertama terasa berat begitu pun di tahun kedua. Namun begitu menyadari nilai investasi yang terus berkembang, saya seperti ketagihan. Mengusahakan membeli properti ekstra yang kedua di tahun ketiga lantas berkembang, yang ketiga, keempat dan kelima di tahun keempat dan kelima,” jawabnya.
Menurut Vera, berinvestasi dalam bentuk properti akan memberikan beberapa kemudahan. Ia juga memberikan kiat bagi yang tergolong baru bermain investasi porperti, mulai dari memilih pengembang properti yang sudah memiliki nama kemudian inspeksi hingga ke lokasi dan memastikan lokasi apartemen atau rumah yang hendak dibangun jelas. “Beberapa pertanyaan seperti status tanah, izin mendirikan bangunan, strata title (sertifikasi kepemilikan untuk apartemen) atau sertifikat hak milik (SHM) untuk rumah wajib dicek,” tulisnya.
Vera juga meyakinkan bahwa semua yang ia capai melalui proses mengelola black box yang menumbuhkan “Si Mental Miskin” dalam dirinya untuk tumbuh dan mengubahnya menjadi “Si Mental Kaya”. “Miliki mental kaya. Kelola pendapatan Anda. Hidup lebih sederhana dan hasilkan lebih banyak pendapatan dari investasi yang tepat agar kekayaan Anda kelak bisa membantu untuk berbuat lebih banyak bagi sekitar,” tutupnya.
Perhatikan Rambu-Rambu
Menurut Fauziah Arsiyanti SE, MM, ChFC dari Fahima Advisory, sebelum berinvestasi, sebaiknya perhatikan juga rambu-rambu investasi, antara lain jangan mudah tergoda bujukan investasi yang menawarkan bunga sangat tinggi dalam waktu singkat, karena biasanya itu bohong. “Dalam dunia usaha, reputasi buruk pemiliknya akan cepat tersebar, makanya teliti dulu dan harus banyak cari informasi dulu sebelumnya. Kalau tidak yakin, lebih baik jangan dan cari yang aman saja,” tegas Zizi.
Selain itu, pilihlah produk-produk keuangan yang dijamin pemerintah. Zizi menyarankan agar kita lebih pandai mencermati investasi. Bila tertarik pada sebuah reksadana, buka situs Bapepam dan cari tahu apakah namanya terdaftar di sana, bank yang menjadi agen penjualnya bereputasi bagus atau tidak, dan sebagainya. “Kalau ada dan bank penjualnya bagus, bolehlah dibeli,” ujarnya.
Bagaimana bila kita menanamkan investasi pada bisnis milik teman atau saudara? Zizi tetap mengingatkan akan pentingnya riset, meski kita mengenal pemiliknya. “Minta laporan keuangannya, daftar pelanggan, atau daftar supplier. Kalau pembayaran ke supplier lancar, kemungkinan besar usaha memang berjalan bagus. Pastikan juga kita tahu apa yang harus dilakukan sebagai partner, misalnya ikut rapat mingguan dan rutin mengecek laporan keuangan,” tandasnya.
KOMENTAR