Keindahan Pulau Belitung makin menjadi primadona wisata seiring melambungnya novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan juga film dengan judul yang sama karya Mira Lesmana dan Riri Riza. Semangat anak-anak Laskar Pelangi akhirnya diusung dalam gelaran festival seni dan budaya bertajuk Festival Laskar Pelangi 2015. Berlatar belakang keindahan pantai Tanjung Tinggi, festival ini mampu menyedot perhatian turis lokal maupun internasional. Pulau Belitung memang memiliki keindahan dan eksotisme tersendiri. Kecantikan pulau-pulau kecilnya dan keragaman budayanya membuat pulau di lepas pantai timur Sumatera itu semakin menarik untuk dikunjungi. Terlebih setelah novel laris karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi serta filmnya yang berjudul sama mendapat banyak perhatian publik. Kini, pulau Belitung menjadi tujuan wisata baru bagi turis domestik dan internasional.
Berangkat dari semangat anak-anak Laskar Pelangi, Andrea Hirata sebagai sang penulis lantas mencetuskan Festival Laskar Pelangi (FLP) yang digelar pertama kali di tahun 2010. Memasuki tahun ke-4 ini, FLP menyuguhkan gelaran yang lebih spektakuler yang dimulai sejak tanggal 27 Agustus hingga tanggal 30 Agustus 2015 lalu. Kali ini Pantai Tanjung Tinggi dipilih sebagai lokasi festival tahunan yang begitu dinanti khalayak ini.
FLP 2015 dibuka secara simbolis oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Povinsi Kepulauan Bangka Belitung, Tajudin, dilanjutkan beragam suguhan musik dan budaya tradisional setempat. Workshopfotografi dan sajian musik akustik serta pembacaan puisi di Museum Kata Andrea Hirata di Gantong, Belitung, juga turut meramaikan perhelatan akbar masyarakat Belitung ini.
Tarian Pendulang Timah
Ada satu suguhan yang selalu menarik untuk disaksikan setiap tahun di FLP yakni Tarian Kolosal Pendulang Timah yang dibawakan para siswa asli Belitung. Tahun ini, tarian teatrikal ini menampilkan hampir 840 penari. Menurut sang koreografer Wulan Febrianti tarian ini menceritakan potret anak Belitung yang dengan susah payah mendulang timah demi membantu ekonomi keluarga. “Gerakannya memang gerakan kontemporer, mulai mengambil pasir sampai harus memilih timah. Inspirasinya, ya, dari cara menambang timah,” ungkap Wulan.
Dalam tarian tersebut, 840 anak dilumuri body painting dengan tujuh warna pelangi yang menggambarkan Laskar Pelangi. Para penari membuat dua buah lingkaran, besar dan kecil. Lingkaran kecil di tengah yang terdiri dari 50 anak membawakan beberapa aksi teatrikal yang terdiri dari empat gerakan utama yakni kungkangkung sebagai simbol suara kodok yang ada di sekitar lokasi tambang, gerakan ular berdesis yang juga simbol beberapa penambang yang kerap digigit ular, berlompat- lompat sambil berteriak “Eeeaaa,” yang melambangkan sorak sorai penambang lantaran membawa pulang banyak hasil tambang, dan gerakan ular tangga. Pada gerakan ular tangga, penari akan berbaris berduyun- duyun seperti ular tangga, menceritakan bagaimana para penambang pulang ke rumah secara berduyun-duyun lantaran akses menuju tambang yang sempit.
Penari utama yang ada di tengah menggunakan kain panjang berjuntai melambangkan peri timah yang berasal dari cerita rakyat Belitung. “Di Belitung ada legenda, di tempat tambang timah kalau ada yang menjadi korban dan meninggal dukun kampung akan datang mengadakan selamatan. Diyakini peri timah akan datang lagi untuk kembali menebar timah,” tutur Wulan.
Dari tahun ke tahun, Tarian Kolosal Pendulang Timah memang selalu melibatkan ratusan siswa dan putra asli Belitung. Kini, tarian ini menjadi daya tarik utama Festival Laskar Pelangi. “Kisah para pendulang timah ini memang menggambarkan bagaimana susahnya anak-anak kami mendulang timah di kolong bumi. Menggambarkan masyarakat kami yang miskin meski punya banyak hasil tambang,” ungkap penulis novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata.
Komentar positif juga dilontarkan para pengunjung, seperti Yuri Suzuki (21), seorang turis asal Yokohama Jepang yang mengaku sangat terpesona dengan alam yang indah dan juga sajian tarian yang menarik. “Pantai sangat indah dan tariannya juga bagus. Banyak yang terlibat dan membuat tersentuh,” ungkap gadis yang juga menjadi salah satu penggemar novel Laskar Pelangi dalam bahasa Jepang itu.
Diharapkan, tarian ini akan menjadi sajian menarik bagi para turis yang datang. “Tarian ini juga bisa dipesan untuk sambutan tamu atau turis yang ingin menyaksikan langsung, tentunya tidak melibatkan 800 anak seperti waktu festival,” kata Andrea.
Selain sajian tarian kolosal pendulang timah, FLP juga menyuguhkan tarian tradisional lainnya seperti Cerita Putri Nurjanu, Tarian Ngelagan dan Barongsai serta karnaval budaya yang menampilkan pakaian - pakaian unik hasil karya putra Belitung.
Malam Puncak
KOMENTAR