Tabloidnova.com - Berita duka menimpa dunia kesehatan dan kedokteran Indonesia. Selasa (11/11), salah satu dokter muda yang tengah mengabdi di daerah pelosok meninggal dalam tugas di Dobo, Ambon. Dialah Dionisius Giri Samudra yang akrab dipanggil dokter Andra. Andra mengalami demam dan kemudian dirawat di RSUD Cendrawasih sebelum akhirnya meninggal dunia.
“Saya kehilangan tapi saya bangga,” begitu kata ibunda Andra, Fransisca Ritansiah. Tak pernah terbersit dalam benak Fransisca Ritansiah dan suaminya, Agustinus Mujianto, bakal ditinggalkan begitu cepat oleh putra kedua mereka, Dionisius Giri Samudra atau Andra. Ditemui di rumah duka di Kompleks Mahkamah Agung, Tangerang Selatan, keduanya tampak tegar dan mengenang buah hati yang menjadi kebanggaan mereka.
Menurut Sisca, sang bunda, sejak kecil, Andra selalu punya cerita yang seolah tak ada habisnya. “Anak ini pembawa lucky, keberuntungan terus mengiringi hidupnya. Sejak lahir dia tidak pernah membuat susah orangtua. Dia juga sangat penurut, bertanggung jawab dan penuh kasih sayang. Sejak kecil memang sudah bercita-cita bisa menjadi dokter,” kenang Sisca.
Sosok Andra kecil bisa membuat suasana rumah menjadi hangat dan penuh tawa. “Ia selalu penuh kejutan. Pernah waktu acara perpisahan TK, ia saya ajak pulang, tapi enggak mau. Katanya nunggu selesai dulu. Eh ternyata benar, enggak tahunya dia dapat juara umum,” ingat Sisca sambil tersenyum.
Tak hanya sang Bunda yang mendapat kejutan dari Andra. Sang kakak, Theresia Aninditha, pun ikut mendapat kejutan. “Kakaknya ini waktu SD satu sekolahan sama Andra. Waktu Andra kelas 3, di tengah upacara bendera namanya disebut dan dipanggil. Saat itu kakaknya bingung dikirain ada apa, ternyata Andra menang juara menulis rapi satu sekolah. O iya, waktu kelas 3 SD itu juga ia sudah berani mewawancarai Kapolsek Pamulang. Kebetulan ada tetangga yang lihat dan laporan sama saya. Ha ha ha,” kata Sisca mengingat kelucuan mendiang putranya.
Sejak kecil Andra dikenal sebagai anak yang kompetitif dan rajin belajar. Ketika duduk di kelas 5 SD, dia menjadi juara umum dan mendapat tabungan pendidikan. “Ia juga perfeksionis, enggak mau ikut ulangan kalau belum siap. Alasannya enggak enak badan atau pusing. Lama-lama saya jadi tahu, tapi enggak sering, sih,” sahut ibu tiga anak sambil tersenyum.
Asisten Pengajar
Sisca juga menceritakan betapa ia dan keluarganya seperti mendapat banyak kemudahan. Tahun 1998, Agustinus terkena PHK, sementara mereka harus mengurus Andra masuk SMP dan sang kakak masuk SMA.
“Uang kami hanya Rp1,5 juta. Waktu mengantre untuk wawancara Andra masuk ke SMP, saya udah deg-degan takut uang tidak cukup. Pas giliran saya mau masuk, ada seorang bapak yang meminta izin masuk duluan karena ada keperluan. Saya pun mengizinkan. Eh, begitu tiba giliran saya masuk, ternyata pewawancaranya sudah ganti, suster yang kenal saya dan tahu betul kesusahan saya. Saya diminta datang keesokan harinya untuk menemui kepala sekolah. Besoknya pas datang, saya mendapat jalur subsidi silang. Ditanya punya uang berapa, bukan harus bayar berapa. Akhirnya saya boleh membayar Rp500.000, sementara sisanya untuk mendaftarkan kakaknya. Itu mukjizat,” ceritanya.
Andra juga selalu mendapat beasiswa, bahkan jalur khusus saat masuk SMA Gonzaga. “Dia enggak ikut tes, hanya wawancara langsung dengan kepala sekolah pakai bahasa Inggris. Saya yang mengantarkan mengintip dari jendela luar ruangan merasa haru dan bangga. Di saat teman-temannya bayar uang sekolah Rp600.000 sampai Rp800.000, Andra hanya bayar Rp250.000. Dia sempat juara paralel dan ikut Olimpiade Kimia hingga tingkat DKI,” lanjut Sisca bangga.
Meski bukan anak nakal, Andra terkadang jahil. “Tapi jahilnya sama orang-orang dekat saja. Kakaknya itu kalau tidur dicoret-coretin pakai spidol terus ngapusnya pakai ludah. Bude Sulis, seorang tetangga juga pernah kena ulahnya. Wajahnya dibedakin. Pas tukang pos datang langsung tertawa. Bude Sulisnya baru sadar pas ngaca,” ceritanya.
Sebagai anak, Andra juga bukan tipe anak penuntut. “Anak itu justru mandiri dan selalu berusaha membantu. Sejak kelas 2 SMP hingga kelas 3 SMA, dia jadi asisten pengajar Kumon. Kebetulan saya memang pengajar di Kumon. Saya enggak pernah memaksa, dia sendiri yang minta ke owner untuk ikut membantu Nemo. Hebatnya, dia bertanggung jawab dan dicintai murid-muridnya karena sabar banget sama anak kecil,” ujarnya Sisca yang dipanggil dengan sebutan Nemo oleh ketiga anaknya.
KOMENTAR