Menurut Monika Puspa Dewi, M.Psi., Psi. Psikolog di Sekolah High Scope Indonesia, target seorang anak biasanya ditetapkan orangtua terlebih dahulu. Seiring waktu, anak akan menetapkan targetnya sendiri. Di momen menyambut tahun baru 2016, ini cara motivasi anak bikin resolusi di tahun baru.
Nah, salah satu aspek yang paling mempengaruhi pencapaian target pada anak adalah tanggung jawab yang diberikan orangtua kepada anak. Oleh karena itu, target harus ditetapkan sesuai dengan batas minimal dan maksimal anak. Target yang ditetapkan tidak boleh terlalu mudah ataupun sulit bagi anak untuk mencapainya karena akan menyebabkan ia meremehkan atau malah frustrasi karena tidak bisa mencapai target.
Baca: Psikolog: Generasi Sekarang Malu Bilang ‘I Love You’ ke Ibunya!
Motivasi anak membuat target sesuai tingkatan usianya
Semakin tua usia anak, tentunya tanggung jawab atau target yang diberikan akan lebih banyak. Agar target tercapai, orangtua, khususnya ibu, perlu memberi stimulasi dan arahan yang sesuai.
Untuk bayi, target yang harus dicapai biasanya lebih berhubungan dengan kemampuan motorik dan bahasa. Kemampuan motorik yang perlu dicapai biasanya berupa gerak refleks serta perkembangan fisik dan koordinasi motorik.
Misal, anak harus melewati tahap mengangkat kepala, duduk, merangkak dan berdiri sebelum akhirnya bisa berjalan. Dalam hal bahasa, bayi biasanya mulai mengeluarkan suara dan sudah mulai bisa menyebutkan 1 kata dengan jelas saat berusia 1 tahun.
Stimulasi yang ibu berikan bisa berupa pijatan atau pancingan agar ia aktif bergerak. Misal, untuk memancing merangkak, ibu memegang mainan yang disukainya dan meminta si kecil merangkak ke arah ibu.
Baca: Ungkapan Sayang untuk Ibu Tak Cukup Berupa Kado, Tapi Juga Ekspresi Verbal
Untuk batita, kognitifnya mulai berkembang. Misal, untuk anak usia 3 tahun harus bisa berbicara 2-3 kata dan bercerita dengan sederhana.
Terapkan juga beberapa peraturan dan rutinitas, seperti merapikan mainan setelah bermain. Ibu bisa mencontohkan cara merapikan mainan dan mengajak anak bersama-sama merapikan mainan. Untuk melatih anak makan sendiri, ibu bisa memberi makanan yang bisa dipegang terlebih dahulu, seperti biskuit. Ibu juga mengajarkan anak untuk memegang peralatan makannya sendiri dan menyuap sendiri. Dampingi anak saat makan sendiri dan hindari memarahi anak bila makan berantakan karena inilah proses belajar.
Anak usia prasekolah bisa diajarkan mencapai target yang lebih tinggi. Selain mengikuti rutinitas yang telah ditetapkan, targetnya lebih kepada tanggung jawab yang perlu dilatih untuk mempersiapkan ia bersekolah. Misal, anak mulai diajarkan merapikan ranjangnya sendiri, mandi dan berganti baju sendiri, menghabiskan makanan, dan mengerjakan PR hingga selesai (untuk anak usia 6 tahun).
Dampingi dan bantu ia bila merasa kesulitan. Seiring berjalan waktu, biarkan anak mencoba sendiri. Tidak apa-apa bila hasil pekerjaannya kurang rapi. Ibu bisa merapikan dan membersihkan setelah anak selesai mengerjakan tanggung jawabnya. Mengenai makan, dorong anak untuk bisa menghabiskannya. Berikan porsi yang sesuai. Ibu bisa mengatakan bahwa ia boleh bermain bila sudah menyelesaikan tanggung jawabnya itu.
Baca: Tips Mendidik Anak Tukang Bantah dari Psikolog
Untuk anak usia sekolah, target yang ditetapkan biasanya berhubungan dengan kegiatan sekolah dan rutinitas sehari-hari, seperti belajar sesuai dengan waktu yang ditentukan, menyelesaikan PR, membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti meletakkan piring setelah makan ke tempat cucian dan meletakkan baju kotor ke tempat cucian, dan mengganti baju sepulang sekolah.
Peran ibu untuk mencapai target atau tanggung jawab anak semakin dibutuhkan saat anak usia ini. Ia mulai bisa berpikir dan mencari alasan yang tepat dan logis untuk mengerjakan tanggung jawabnya. Anak usia 10-12 tahun bahkan sudah bisa menetapkan targetnya sendiri. Agar anak bisa menetapkan target yang baik, orangtua perlu melatih hal ini. Misal, bila anak menginginkan hadiah tertentu, ibu mengajarkan menabung.
Bila ibu ingin anak terbiasa untuk belajar tanpa disuruh, latihlah rutinitas ini. Tetapkan waktu dimana anak harus mengerjakan PR saat ia berusia 6-10 tahun. Seiring waktu, anak akan terbiasa menggunakan waktu yang ditetapkan tanpa disuruh untuk mengerjakan PR-nya.
Sama halnya dengan merapikan mainan, peralatan sekolah, peralatan makan, serta bajunya sendiri. Berikan contoh dalam perbuatan dibandingkan dengan aturan berupa kata-kata, misalnya setelah selesai makan orangtua juga merapikan piringnya sendiri dan meletakkan baju kotor di tempatnya.
Baca: Orangtua, Ini Tips Jauhi Anak dari Narkoba dan Alkohol
Tips bila target atau resolusi anak tak tercapai
Bila anak gagal mencapai targetnya, orangtua perlu terus memberikan dukungan agar berhasil mencapai target. Hindari sikap menyalahkan anak. Berikut tipsnya:
1. Untuk anak usia 0-2 tahun, orangtua bisa menyemangati untuk terus berusaha agar mencapai target. Misal, jika anak belum bisa makan sendiri, orangtua bisa mengatakan, “Tidak apa-apa kotor. Kita belajar pelan-pelan, yuk. Kamu pasti bisa.”
2. Untuk anak usia 3-5 tahun, orangtua bisa menunjukkan akibat yang terjadi apabila ia tidak mencapai targetnya. Juga cara yang tepat agar ia bisa mencapai targetnya. Misal, bila anak lupa merapikan mainannya setelah bermain, orangtua bisa mengatakan, “Nak, coba lihat mainannya masih berantakan. Nanti kamu atau ibu bisa jatuh karena menginjak mainanmu. Mari kita rapikan bersama-sama ya.”
3. Untuk anak usia 6-12 tahun, orangtua bisa mengajak anak berdiskusi dengan menanyakan beberapa hal. Berikut contoh pertanyaannya:
Baca: Tips Mendidik Anak Hiperaktif di Sekolah
Apa yang membuat target tidak tercapai? (“Kenapa kamu tidak meletakkan piring kotor di tempatnya?”)
Apa akibat yang dirasakan oleh anak dan orangtua karena target tidak tercapai? (“Kalau kamu tidak merapikan piring kotormu, maka apa yang akan terjadi?” Orangtua bisa memberikan jawabannya terlebih dahulu dengan mengatakan, “Ibu merasa sedih karena kamu tidak merapikan piring kotormu. Ibu jadi harus mengurangi waktu ibu bermain bersamamu untuk membantumu merapikan piring kotormu.”)
Apa yang perlu diperbaiki agar lain kali target bisa tercapai? (“Lain kali, apa yang perlu kita lakukan agar kamu tidak lupa meletakkan piring kotormu di tempat cucian setelah makan?”)
Baca: Orangtua, Begini Cara Mengasuh dan Mendidik Anak Generasi Alfa
Bantuan apa yang anak perlukan dari orangtua agar target bisa tercapai? (“Bantuan apa yang kamu butuhkan dari ibu agar kamu tidak lupa lagi merapikan piring kotormu setelah makan?”)
Dengan mengajak anak berdiskusi, orangtua juga melatih kemandirian anak untuk berefleksi atas perbuatannya. Dengan demikian, anak akan lebih mudah memperbaiki kesalahan yang dilakukannya.
Hilman Hilmansyah/TabloidNOVA
KOMENTAR