Jamu secara turun temurun sudah menjadi ramuan tradisional kesehatan yang diakui sebagian besar masyarakat di Indonesia. Jauh sebelum ilmu kedokteran hadir, jamu sudah menjadi obat penyembuh berbagai penyakit.
Sayangnya, kebiasaan mengonsumsi jamu untuk kesehatan sekarang ini dipertanyakan efeknya dalam dunia medis kedokteran.
Seperti yang dilansir oleh intisari-online, sebenarnya ilmu kedokteran sendiri sudah mengembangkan beragam penelitian pengobatan dan perawatan melalui tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Contohnya ialah Kina, tanaman obat yang terbukti bermanfaat membantu menyembuhkan penyakit malaria atau tanaman kumis kucing dan temulawak yang kini memang menjadi bahan aktif pengobatan medis.
“Penggunaan jamu sebagai obat merupakan persoalan yang serius. Sebab, belum semua tanaman obat yang digunakan sebagai bahan jamu telah melalui penelitian mendalam. Terpenting yang harus diperhatikan ialah organ apa yang sakit dan bagian mana yang harus diobati. Sehingga dokter dapat menyarankan obat yang disesuaikan khusus untuk pasien,” tegas Dr. Tomy Iman, SpPK., Dokter Umum Klinik Medivita, Jakarta Barat.
Baca: Jangan Mengonsumsi Obat Kimia dan Obat Herbal Bersamaan
Lebih lanjut, Dr. Tony, menyatakan bahwa khasiat jamu untuk pengobatan penyakit dirasakan secara empiris saja, sehingga belum teruji manfaatnya. Ia pun menyarankan sebaiknya sebelum mengonsumsi jamu harus terlebih dulu mengetahui khasiat jamu dan terbuat dari tanaman dan apa kandungan zatnya.
“Tidak semua tubuh mampu menerima dosis yang sama dari zat aktif sebuah obat, baik itu jamu maupun obat medis,” tambahnya.
Baca: Obat Herbal Pun Berisiko Sebabkan Efek Samping
Diutarakan Dr. Tony, kurangnya keyakinan akan manfaat jamu untuk pengobatan sebagai obat herbal bukanlah tidak berdasar. Sebelum ada penelitian yang menjelaskan dan membuktikkan jamu secara ilmiah, maka ramuan tradisional ini belum bisa dipercata sepenuhnya.
“Bisa jadi memang ada zat aktif dalam jamu yang berguna bagi pengobatan dan perawatan kesehatan. Namun, tidak mustahil pula jika ada zar lain yang bisa memberi efek negative. Jangan jadikan jamu sebagai alternatif pengobatan yang hanya bersifat coba-coba saja. Pasalnya penyakit itu sifatnya progresif, semakin lama ditangani semakin sulit disembuhkan,” tutup Dr. Tony.
Tika Anggreni Purba/intisari-online.com
KOMENTAR