Bingung mau berpergian di akhir pekan ini? Tenang saja, sebelum memutuskan harus menjejakkan kaki hanya di pusat perbelanjaan saja, mengapa Anda tidak mencoba wisata kuliner hingga alam yang ditawarkan oleh kota Purwakarta, yang disebut-sebut salah satu surga kecil di tanah Sunda?
Cerita perjalanan mengunjungi keelokkan alam dan kelezatan makanan ala Purwakarta kali ini dituturkan oleh salah satu sahabat tabloidnova.com, Panca Prakosa (37 tahun), karyawati swasta.
Semuanya karena Sate Maranggi
Purwakarta menjadi pilihan saya untuk menghabiskan akhir pekan yang panjang. Kenapa Purwakarta? Sederhana saja. Saya tergiur dengan Sate Maranggi-nya yang tersohor itu. Berdasarkan referensi dari beberapa teman dan hasil berselancar di internet. Sate Maranggi Cibungur konon Sate Maranggi paling enak di Purwakarta.
Baiklah, karena saya hobi makan dan masuk kategori pejuang wisata kuliner, saya bulatkan tekad untuk kesana. Toh, dari Jakarta cuma makan waktu 1,5 jam perjalanan. Dengan catatan dalam kondisi lalu lintas normal tentunya.
Jadilah saya menuju Sadang untuk segera mencicipi Sate Maranggi Cibungur yang ketika sampai, tempat makan tersebut telah ramai pengunjung. Tak sampai 15 menit, aroma lezatnya Sate Maranggi sudah tercium dan terhidang di meja saya.
Saya memesan tiga jenis sekaligus, yaitu sate Maranggi daging sapi, ayam dan kambing. Semuanya lezat! Favorit saya sate daging sapi. Dagingnya terasa manis tak berlebihan, aroma pembakaran dari dagingnya merebak dengan pas.
Bahkan, sate ini bisa dinikmati tanpa mengurangi kelezatannya meski tanpa sambalnya yang terdiri dari irisan tomat segar, cabai rawit, bawang merah diiris tipis dan sedikit garam. Sambal ini bisa ditambahkan kecap jika suka atau bagi yang tak tahan pedas.
"Oh, I can eat this food with a smile from ear to ear". Saya mendoakan siapapun penemu Sate Maranggi ini masuk surga. Dan ternyata, Sate Maranggi sudah ditetapkan sebagai salah satu makanan warisan budaya Indonesia, loh!
Kekayaan wisata alam dan budaya di Purwakarta
Saya memasukkan Situ Wanayasa, Situ Beleud, Waduk Jatiluhur, Curug Cipurut dan Batu Parang ke dalam daftar tujuan.
Penasaran dengan beberapa foto yang saya lihat di Instagram, saya ingin melihat langsung Waduk Jatiluhur yang sudah bertransformasi menjadi salah satu waduk yang pemandangannya menjanjikan.
Benar saja, saya terpukau dengan wajah baru Waduk Jatiluhur ini. Lansekapnya cantik! Perpaduan danau buatan, bukit dan hijaunya pepohonan. Saya tak habis kagum. Dulu, gersangnya minta ampun, tanpa daya tarik. Sekarang, saya menghabiskan bermenit-menit untuk berfoto hanya di satu tempat saja. Lokasi ini sudah disulap seatraktif mungkin dengan dilengkapi tempat bermalam yang sangat layak, area permainan air, memancing, dan ketersediaan transportasi umum yang sangat mengakomodasi kebutuhan masyarakat.
Esoknya, saya melanjutkan perjalanan menuju Wanayasa. Tadinya saya hendak ke Batu Parang dulu. Namun, jika saya ke Batu Parang, maka saya hanya bisa menikmati satu lokasi wisata saja. Sementara di Wanayasa, ada Situ Wanayasa, Curug Cipurut, Wisata Agro Tirta Kahuripan yang terkenal dengan skypoolnya.
Kebetulan, Wayanasa adalah gudangnya Sate Maranggi! Saya berniat mencicipi beberapa kedai sate disana. Tetapi sebelumnya, saya mampir ke stasiun kereta api Purwakarta. Saya tertarik dengan tumpukan bangkai kereta api tak terpakai yang menimbulkan kesan unik serta vintage yang keren!
Saya harus berkendara sekitar 2 jam untuk tiba di Wisata Agro Giri Tirta Kahuripan. Yang menarik dari tempat ini adalah koleksi tanaman buahnya yang sangat beragam. Disini pertama kalinya saya melihat langsung rupa pohon penghasil buah kolang kaling. Karena saat itu pengunjung sangat ramai, saya mengurungkan niat memotret skypool.
Dari sana saya kemudian ke Situ Wanayasa, sebuah danau alam yang tak terlalu luas namun berudara sejuk dan berlatar belakang panorama Gunung Burangrang. Uniknya, ditengah danau ini terdapat pulau kecil dimana disana terdapat makam RA.Suriawinata, salah satu tokoh pendiri Purwakarta.
Kemudian perjalanan berlanjut ke Curug Cipurut. Untuk menjumpai curug ini, saya harus berjalan mendaki sejauh ± 2 km. Lumayan untuk membakar kalori sekaligus latihan kardio. Jalan tanah setapaknya dipagari tanaman teh, kemudian berganti kelapa, lalu pinus.
Belum lagi hamparan sawah di bawah sana serta hijaunya bukit dan Gunung Burangrang di kejauhan. Mata saya terasa pulih dari lelahnya. Area di sekitar curug juga seringkali digunakan sebagai area camping. Airnya sangat dingin menyegarkan.
Klik next untuk mengetahui pesona alam dan wisata kuliner di Purwakarta di halaman selanjutnya.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR